Berlalu, semakin cepat dan cepat.
Berlalu, benar-benar berlalu tanpa sempat melakukan sebanyak-banyaknya hal.
Berlalu.
Hiyah, dunia terus berputar
dengan luar biasa. Jarum jam juga terus berputar tanpa henti (kecuali baterenya
habis. #ya iyalah..)
Dan blog saya tanpa perkembangan.
#menyia-nyiakan hidup ini namanya. Sejujurnya, saya mulai berbicara pada diri
sendiri (@.@). Berbicara tentang apapun , karena kurang produktifnya saya
menulis. Seringnya menulis tapi hanya beberapa kalimat dan terputus, hehe. Tiba-tiba
pasti ada suatu yang lain, entah kerjaan, entah tugas lain, atau kehilangan
kelanjutan kalimat yang tiba-tiba menguap di kepala. Dan berujung pada
kemandekan menulis. Tidakkk... satu bulan tanpa posting itu sesuatu. Saya rindu
plus mupeng, setiap kali melihat penulis produktif bahkan penulis yang sudah
sering melanglang kesana-kemari karena tulisannya. Bukan, bukan karena royalti
dari tiap bukunya, tapi dari kekonsistensian mereka menulis. Dari setiap ide
yang muncul, dari setiap untaian kata yang menjelma menjadi kalimat, kisah yang
membuat beribu kepala terinspirasi. Huaaaa... semakin mupeng saya. T.T
Banyak hal yang berlalu, tapi
bukan berlalu begitu saja seharusnya. Harus ada jejaknya, harus aja sejarahnya.
Itu salah satu hal yang membuat saya memaksakan diri untuk menulis, paling
tidak tentang apa yang saya rasakan tentang suatu kondisi.
Merangkai beberapa hal yang tak
boleh terlewat
Workshop Social Project
Competition dan Sekolah Relawan Muda
Setelah sepekan sebelumnya
ber-ramai-ramai ria outbond di Pacet, pekan itu kami harus mempersiapkan untuk
menyambut adek-adek SMA yang telah terdaftar maupun belum di Social Project
Competition. Karena projectnya memiliki tujuan yang sama, yaitu kesadaran
sosial anak-anak muda, maka dimerger deh sama Sekolah Relawan Muda. And the
bla..bla..bla... intinya, follow up dari acara ini yang paling penting. Menanti
kawan-kawan Skipper dengan pasukan juangnya dalam mengelola bersama Komunitas
Relawan Muda SMA.
Kedungcowek
Sebuah nama yang mungkin
terdengar asing bagi saya awalnya, meski kira-kira saya telah berpuluh kali
mendengarnya. Entah karena susunan katanya, entah karena belum terbiasa, dan
entah-entah lainnya. Mendengar daerah itu sudah lumayan lama sepertinya,
sekitar tahun ketiga perkuliahan. Tapi saya baru mengenalnya akhir-akhir ini.
Ya, karena mendengar dan melihat saja tidak cukup. Ehem, harus mengenal lebih
lanjut tentunya. Dari sanalah muncul berbagai ide yang luar biasa. Dari Pak RW
maupun ibu-ibu pengurus RW. Karena inspirasi bukan hanya berasal dari orang-orang
berdasi, mahasiswa, prestasi, dll, tapi dari mana kita bisa melihat tiap sisi
kehidupan yang meski kadang terlihat biasa saja tapi bisa menjadi luar biasa
dengan sudut pandang yang lain. Ya, mereka luar biasa. Sama luar biasanya dengan
ibu-ibu kejawan gebang, keputih tinja, gebang yang sudah sekian tahun tidak
mengobrol lagi atau sekedar mendengar berbagai hal tentang kehidupan mereka.
Ibu, apa kabar? #merasa bersalah..
Masih dengan hembusan angin asin
yang terkadang terasa saat menuju atau pulang dari kedungcowek, mungkin
beberapa kehidupan bergantung disepanjang jalan sana. Penjual kerupuk, ikan
asin, kerajinan tangan, lontong kupang, dsb. Dan mungkin saja beberapa orang
sedang kebingungan dengan segala rencana pembuatan taman yang konon akan dibuat
seperti taman yang ada di salah satu negara asing. Mungkinkah ketika 10 atau 20
tahun yang akan datang, ketika saya kembali kesana kesemuanya itu akan menjadi
hal yang berbeda? Berharap pada pengembangan yang lebih baik tentunya. Mungkin
Sekolah Desa Produktif menjadi solusinya? Aamiin ya Rabb..
Pulang
Pulang, seharusnya menjadi hal
yang sudah biasa dilakukan bagi perantauan. Tapi bagi saya selalu ada cerita di
setiap kepulangan. Meski kesempatan pulang kemarin hanya sekitar 24 jam. Tapi
tetap bermakna. Karena di sanalah saya merekam jejak selama belasan tahun
hingga beberapa tahun ini hijrah ke Surabaya untuk menuntut ilmu dan sekarang
mengembangkan diri. Hehe. Kali ini saya pulang dengan menumpang kereta gaya
baru tujuan akhir Stasiun Senen. Masih menatap jendela dan pemandangan yang
sama setiap pulang. Surabaya-Mojokerto-Jombang-Kertosono-Madiun. Tapi dengan
orang yang berbeda, kali ini saya bertemu dengan satu keluarga kecil yang
nampaknya baru pulang dari kampung halaman. dan memang benar, mereka baru saja
dari Bangkalan, bukan untuk berlibur, tapi untuk takziyah. Nenek dari keluarga
tersebut meninggal beberapa hari lalu. Dan kini mereka akan kembali ke tempat
tinggal mereka di Jakarta Utara. Dua anak, satu masih bayi sekitar 4 bulan dan
satu anak lagi sekitar usia 4 tahun. Sang kakak terlihat menyayangi adiknya.
Sepanjang perjalanan, jika ada kesempatan untuk bercanda dengan adek bayinya
yang lebih banyak tidurnya daripada meleknya.
Bertemu ibu, sebuah pertemuan
yang sudah dinantikan tentunya, sebuah pertemuan yang menguatkan dan selalu
dirindukan. #entah bagaimana harus bagaimana menuliskannya. Alay.com karena
beliau wanita yang luar biasa dah pokoknya
Comments