Traveling-it leaves you speechless, then turns you into a storyteller- ibnu batuta
Perjalanan turun tidak semudah
yang ingin saya lakukan. Enak kali ya kalo ada perosotan yang langsung
menghubungkan puncak kawah ke Paltuding, tanpa berlelah-lelah menahan
keseimbangan badan di ujung kaki. Tapi namanya juga pendakian, jadi ya tak
mungkinlah itu terjadi, kecuali saya bersedia digelindingkan dari atas sampai
bawah.
Karena sinar matahari sudah full,
suasana sudah nggak seperti beberapa jam sebelumnya dimana pejalan pada berlomba untuk naik ke kawah, sekarang pada berlomba turun ke pos akhir. Hanya bisa ter-wow saat
melihat tanah gembur yang dilewati tadi malam ternyata di beberapa sisinya
longsor. Mungkin karena hujan beberapa hari sebelumnya, jadi kalo nggak
hati-hati ya bisa ngglundung ke bawahlah kita. Di sisi kanan tebing batu masih
setia menemani. Di salah satu titik saya dan piko memandang ke arah yang sama
dan berkomentar hal yang serupa. “Susunan batu-batu itu bagus” kata saya, piko
menimpali, “Kayak Stoneage”. #eaaa. Bukit teletubies terlihat di sisi kiri
bersanding dengan bukit hijau yang lebih tinggi dan pohon-pohon yang entah di beberapa sisi
terlihat menghitam bekas terbakar.
Sesampainya di pos trakir sebelum
puncak kawah, kita ketemu jojo lagi. #yeiiyy. Ngelurusin kaki dulu, ngemil
dulu, memperhatikan orang-orang lewat dulu, baru lanjut lagi buat turun ke
Paltuding. Di perjalanan selain ketemu dengan bapak-bapak penambang belerang
dan juga pengunjung lain yang kebanyakan turun (karena sebagian ada yang baru
akan naik ke kawah), kami bertemu juga dengan rombongan bertandu. Jadi
ceritanya di ijen ada jasa ‘menandu’ pengunjung yang nggak sanggup naik ke
atas. Ada empat orang bapak-bapak di masing-masing sisi tandu dan orang yang
ditandu tentunya. Sontak pemandangan ini jadi emphasis di tengah pejalan lain
yang sedang turun menuju paltuding. Terlihat berat? Jangan ditanya, pastinya. Bahkan
ketika salah satu bapak akan memindahkan bambu sebagai penahan tandu itu ke bahu sebelahnya harus
ngasihi kode dulu sama ketiga bapak lainnya supaya nggak oleng.
Ini yang fasilitas 'tandu' sampai ke kawah |
Ritme turunpun disesuaikan selera masing-masing, udah nggak ada lagi barisan kayak waktu berangkat malamnya. Ada yang
ngebut tanpa menahan keseimbangan biar lebih ringan dan cepet, tapi harus ekstra
hati-hati juga karena salah2 bisa ngeglinding kalo nggak bisa menahan berat
tubuh sendiri. Ada juga yang tetap setia pelan-pelan. Saya memilih
menggabungkan keduanya aja deh, karena kadag capek juga jalan pelan-pelan
dengan menahan berat tubuh di ujung kaki. Dan alhamdulillah kita sampai di
paltuding kembali dengan selamat. Terlihat mobil udah kebuka pintunya, pertanda
udah ada rombongan yang dateng duluan.
Nyampe bawah trus mau ngapain? Tidur?
Mata udah nggak ngantuk. Laper? Iya, tapi pilihan makanannya tidak membuat kami
ingin makan. Akhirnya melanjutkan sesi foto-foto plus gelar ponco. Serasa piknik
dah. Piko menggulung diri di bawah jaket, jojo sibuk lap-lap kamera, abang2
teman ocha ada yang rebahan di mobil, ada yang mencicip lantai musholla dan
ocha yang sibuk apa ya saya lupa. Sambil melihat sekeliling yang mulai ramai
orang berdatangan dari kawah atau sekedar ngopi-ngopi di warung, langit biru
cerah dan saya ada di Banyuwangi. “Oi kamu sudah di banyuwangi” teriak sama
diri sendiri. Habis naik ke kawah ijen,
berangkat gelap-gelap dan hari itu juga akan pulang. Saya tidak tau kalo bapak
masih ada apa beliau mengizinkan saya pergi sejauh ini dengan agenda random
ataukah malah menawarkan diri untuk ikutan? Hehe.
Kembali tersenyum dengan segala
hal yang terjadi seharian itu, turun mendadak di sepanjang, bepergian dengan
orang-orang baru, mendaki untuk yang pertama kali (kesampaian juga mendaki
jarak pendek, karena saya paling nggak bisa jauh sama toilet :P), menyaksikan
salah satu blue fire yang ada di dunia meskipun remang-remang, menatap lekat
kembali bukit dan kecantikannya, menemui bapak-bapak penambang belerang
tradisional yang biasanya hanya dibaca di blog orang, membebaskan sejenak diri
dari lingkaran yang selalu mengajak saya untuk kembali, dan tentunya Allah sudah begitu
baik membawa saya kemari.
minus jojo di foto ini |
Ps: terimakasih ocha yang
meskipun random sudah jadi perantara pertemuan saya dengan banyak hal di atas,
terimakasih piko, jojo yang menyertai dari madiun dan selalu setia jadi teman
mengobrol dan berfoto (#eaa) sepanjang perjalanan, terimakasih gengs
abang-abang (zainul, syarif, rosiful, lingga) yang membolehkan kami nebengs dan
sering direcokin+dibawellin, kalo ada open trip lagi dan saya boleh ikutan saya
mauuuu *yeee ngarep.
Comments
perjlanan ke red island yg nyasar gra2 gps trlalu akurat melewati jln rusak parah sampai sopirnya stres mana?
bisa dicritain itu..hehe