Dimanapun kamu berada, tetaplah
kamu seorang da’i. Sebuah kalimat yang dulu sering kali diulang dan seakan kian
berputar di kepala.
Saat dulu masih hidup dalam ‘gelora’
dakwah kampus tentu tidak sulit untuk ‘menyegerakan’ pergi ke majelis ilmu
ataupun mengisi halaqoh pekanan bahkan juga segala ta’limat, syuro, dan segala
perbincangan yang tak jauh dari kata ‘dakwah’. Bahkan segala perbincangan itu
seolah begitu merasuk ke dalam setiap aktivitas, dari bangun tidur sampai
kembali . Sampai rasanya tidak sadar kami membawanya ke dalam obrolan meja makan
dan rasanya menjadi kebiasaan yang tidak bisa lepas. Begitu mengendap hingga
kadang tak sadar memiliki dunia lain. Hehe.
Saat kembali ke dunia ‘nyata’, bersanding
dengan keluarga kerabat terdekat, berhubungan dengan masyarakat dengan segala
stigma, dogma, atau apalah namanya , menemui kembali kisah klasik yang
sejatinya tidak pernah menjadi begitu klasik hingga saya sadar saya pernah mencoba ‘mengkaratkan’
mereka sampai titik jenuh tertinggi. Menemukan hal baru yang bisa saja
sebenarnya adalah hal lama yang telah saya simpan dalam folder usang dan entah terdampar dalam partisi mana.
Dan memang benar kalimat pembuka
dari obrolan kita saat ini. Bahwa, kewajiban kita untuk ‘berbagi’, ‘syiar’, ‘membina’
tidak akan pernah lepas. Dan ternyata sayapun tidak rela melepaskan diri
darinya.
Dengan langkah yang kini tak lagi
sama, jari jemari yang berbeda dalam tiap genggaman bahkan senyuman dengan hawa
yang sama tapi berbeda dalam tiap sunggingannya. Saya tetap bisa merasakan
kehangatan yang sama, semangat seteguh baja yang sama, cara ‘berlari’ yang
kadang membuat saya terengah-engah mengejar di awal perjalanan.
Saya kini di sini, deru motor
melaju ke tempat untuk menempa ilmu lebih dalam sekaligus pintu rezeki dariNya.
Saya kini di sini dengan langkah perlahan dan sapuan angin lembut ketika pulang
dari rumah ibu2 pengajian. Saya kini di
sini, berkasih dengan hafalan yang masih saja terseok tapi sedikit demi sedikit
bertambah. Saya kini di sini, menanti senyum dan semangat adek-adek tersayang
dalam bingkai masjid.
Sayup-sayup terdengar kembali
lantunan ‘Samudra Kehidupan’-Shouhar. Allah Tujuan kami, Rasulullah teladan
kami, Al-qur’an pedoman hidup kami, jihad adalah jalan juang kami, mati dijalan
Allah adalah cita-cita kami tertinggi.
-Dan dimanapun kamu berada,
tetaplah kamu seorang da’i-
Comments