foto di atas tak pake di artikel ini ya |
Kaki masih kerasa gempornya, mata
masih terasa perih kucek-kucek, jiwa belum sepenuhnya hadir. #eaa. Curcol senin
pagi ceritanya. Karena jam 4 subuh tadi baru nyampe Madiun setelah agenda
mendadak ijen usai. Setelah dua hari nggak ketemu kasur dan tidur hanya
sesekali dalam hitungan menit di dalam kendaraan, tentunya waktu tidur jadi
berharga sekali saat ini. Apa daya setelah ketemu kasur dan tidur sejenak,
harus kembali berpisah untuk menunaikan kewajiban yang lain. Hehe.
Terkadang sebuah perjalanan yang tak terduga membuat kita terus menebak
kemana arah jalan akan menunjukkan titik temu yang kita cari.
Kayaknya baru kali ini saya
bener-bener random dan buta dalam perjalanan. Tanpa bekal itinerary dan rencana
keuangan perjalanan plus pada akhirnya saya harus percaya dengan teman saya
yang nggak kalah random. Sempat sangat ragu-ragu dengan kabar berita plus
ajakan ke Ijen. Apalagi ditambah pada awalnya piko dan nichen nggak bisa
ikutan. Mau ngapain saya di sana bersama orang-orang yang belum saya kenal dan
mayoritas bergender laki-laki. Memang Ijen begitu ‘menggoda’, tapi lagi-lagi
hati kecil berkata, “nggak usah ikut mon, nggak ada orang yg dikenal kecuali
teman random satu biji, ntar repot pulangnya sendirian malem2 bla..bla...bla...”.
Tapi dasar teman random satu biji ini punya jurus random2 bergembira, jadilah
saya ikutan juga setelah diyakinkan ada mbak-mbak yang ikutan plus pulangnya ke
Madiun nggak akan sendirian. Bismillah.. setelah mendapat izin dari emak dan memantapkan hati, saya membeli tiket
kereta ke Surabaya.
Selang beberapa hari setelah
memutuskan ikutan, saya kabari lagi ke piko dan nichen kalo saya jadinya
ikutan. Eh.. mereka juga pengen. Hehe. Singkat cerita, ditengah ke-random-an
itinerary dan keuangan, ternyata masih ada ke-random-an tentang peserta dan
akhirnya piko dan niken bisa ikut serta. Yuhuuuuu... ada travelmate yang biasa
mengarungi lautan itinerary dan perencanaan keuangan ikutan. Paling tidak saya
nggak mati gaya waktu minta difotoin sama mereka. Hehe.
H-2, niken ternyata memutuskan
untuk batal ikut. Dan akhirnya Jojo bisa ikutan karena emangi jumlah peserta
masih entahlah... saya juga bingung kenapa bisa percaya sama temen random satu
biji ini. Wkwkwkwk. Dan berangkatlah kami dari Madiun dengan kereta yang sama,
tapi saya harus berpisah gerbong dengan piko dan jojo, karena tiket saya udah
dibeli dari beberapa hari sebelumnya. Ternyata ke-tidak jelas-an ini tidak
berakhir saat kami sudah menumpang kereta yang sama. Di tengah perjalanan masih
saja kami belum memutuskan mau turun di stasiun mana, meski sudah janjian
nantinya akan dijemput di terminal Bungurasih. Setelah lewat Mojokerto, saya
pindah ke gerbong piko jojo yang berjarak empat gerbong dari tempat saya duduk.
Lumayan juga itu, karena saya harus ngelewatin 5 gerbong plus 4 pemisah gerbong
di tengah kereta yang lagi jalan. Sambil berusaha meluruskan langkah yang
sempoyongan dan menangkis segala tatapan penumpang di setiap gerbong yang saya
lewati, pikiran mau turun di stasiun mana masih saja nyempil.
Ternyata banyak kursi kosong di
gerbong piko jojo, sambil duduk dan ngemil kami ngobrol lagi tentang mau turun
di mana. Saat kereta memelankan lajunya di stasiun sepanjang, secara refleks
jojo berkata, “turun sepanjang aja, lebih deket ke bungurasih”. Kami saling
bertatapan, karena emang di jadwal pemberhentian kereta, nggak ada tulisannya
berhenti di sepanjang. Akhirnya saat kereta benar-benar berhenti, sedetik
kemudian piko segera mencabut charger di colokan yang disediakan, jojo segera
berdiri dan menuju ke pintu kereta diikuti langkah saya dan piko. Dan akhirnya kami turun di Sepanjang dengan perasaan
yang masih campur aduk. “Bener ni turun sini?”, gumam saya dalam hati. Tapi ya,
kami sudah di stasiun sepanjang di tengah payung awan mendung sambil menyusun
rencana berikutnya. (bersambung)
Comments