Kalo ke walimah atau resepsi
pernikahan, apa yang biasanya jadi titik poin perhatian kamu? Pengantinnya yang
berwajah bersinarkah? Dekorasi yang kadang begitu ‘gemerlap’ kah? Atau undangan
yang hadir dengan pasangannya masing-masing? #eehh :P
Kemarin saya baru dari salah satu
walimah saudara di Klaten, setelah sekian lama berbulan ini rasanya saya jarang
hadir di prosesi tersebut. Ada satu hal yang membuat saya tertegun
berkali-kali, saat salah satu ‘sesepuh’ memberikan nasihat kepada kedua
mempelai. Di saat sebenarnya suasana
sekitar kurang mendukung. Hadirin sedang sibuk dengan makanan yang ada di
tangan masing-masing atau sedang mengobrol santai dengan kerabat, para petugas
catering masih sibuk mengantarkan piring-piring ke hadapan hadirin, anggota band
pengiringpun terlihat sibuk dengan persiapan lagu berikutnya, dan berbagai
kondisi lain. Termasuk saya yang juga perlahan tapi pasti menikmati nasi langgi
sebagai menu utama siang itu.
Lamat-lamat perhatian saya
semakin khusyuk ke arah ‘sesepuh’ yang memberikan doa sekaligus nasihat
pernikahan kepada sang manten. Tentang harapan sebuah pernikahan, tentang kondisi pasca pernikahan dan juga tentang mitsaqon gholizo. Menghentikan suapan
nasi langgi yang tetiba terasa hambar. Mitsaqon gholizo, perjanjian yang kuat.
Hal yang sebenarnya sudah berkali saya dengar, tapi entah kenapa baru kemarin
saya kembali tertegun dan sedikit merenung. Tentang apa lagi? Ya tentang
mitsaqon gholizo. #jengjeng
Masih teringat percakapan di
perjalanan menuju lokasi walimah atau percakapan kapan lalu atau kapan lalunya
lagi atau kapan kapan lagi tentang ‘menikah’. Kata yang memang untuk saat ini
sangat sering diperbincangkan oleh teman, saudara, orang tua dan orang-orang di
sekeliling saya. Ada yang hanya menjadi topik hangat-hangat kuku, ada juga yang
menjadi topik serius binggo. Dan biasanya nggak jauh-jauh dari menikah kapan
atau menikah dengan siapa. Bukannya saya sama sekali sepakat juga, tapi
harusnya mulai dari esensi pernikahan itu sendiri nggak sih? Atau mengapa tidak
memulainya dari mitsaqon gholizo?
Karena menikah bukan hanya
tentang ‘kapan’ dan ‘siapa’
Comments