Dua Puluh September Dua Ribu Lima Belas

Tulisan tiga tahun lalu yang hanya tayang di Email :D. Saya post di sini supaya selalu merefresh pernikahan kami dan kalau mau baca lagi gampang daripada nyari di email. Hehe. Semoga bermanfaat!
---------------------------------------------------------------------------------------
Hari ini tanggal 20 September 2015, saat bangun pagi segera saja aku sadar hari ini bukan sekedar tanggal 20 September 2015. Aku terbangun karena saudara-saudara mulai berdatangan dari luar kota tepat dini hari 20 September 2015. Diluar pasti masih gelap, tapi ada yang sedikit berbeda di rumahku sejak hari jum’at 18 September 2015. Atau hari terakhirku masuk kerja.

Tepat saat hari terakhir masuk kerja sebelum cuti inilah akhirnya si calon manten dipingit. Kemarin, semakin terasa aura acara mantenan di rumah. Keluarga dan tetangga mulai berdatangan untuk membantu apa yang bisa dibantu. Begitupun dengan piko dan niken yang kali ini bertugas mengantarkan makanan dan mencari bunga sedap malam. Ya, bunga sedap malam yang juga mendadak diadakan setelah bude menatap kamar manten yang menurut beliau terlalu ‘polos’.

Kembali pagi ini, masih beraktivitas seperti biasa hingga akhirnya sekitar pukul 5 lebih mbak perias manten datang. Mbak arsi namanya, mbaknya ina yang dari SMP sudah menjadi sahabat kesana-kemari.  Dimulailah prosesi merias yang katanya bisa nyampe 2 jam. Selama mbak arsi merias, saya hanya berwow-wow ria dengan peralatan yang dibubuhkan di atas kulit wajah saya. Pertanyaan-pertanyaanpun terus bergulir dari mulut saya tentang ini itu mulai dari apa saja yang dipakai mbak arsi untuk merias, cerita perjalanan karir mbak arsi, hingga mungkin kisah-kisah masa lalu #tsaahh.

Di luar ternyata matahari mulai merangkak naik, keramaian mulai terdengar dari sekitar tenda dan ruang tengah. Hari inikah? Ternyata semua kalender juga menunjukkan bahwa hari ini tanggal 20 September 2015. Sedang tidak bermimpikah aku? Masih teringat bagaimana kami menyepakati tanggal ini usai pertemuan yang keempat, melalui SMS. Dan pertemuan yang kelima, insyaa Allah sebentar lagi akan terjadi. Tepat usai ijab qobul diucapkan nanti.

Saudara dan teman mulai membuka kamar pengantin sekaligus persembunyian sebelum nanti keluar ruangan. Dandanan masih belum 100 % dan sudah pada minta foto-foto *lah artis sehari saya. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB dan calon mempelai pria serta keluarga belum menampakkan diri, ibu mulai panik karena penghulu juga sudah menanti. Saya yang saat itu sekalipun tidak pernah menghubungi mempelai laki-laki melalui telepon diminta ibu untuk menelponnya. Sempat ragu sebelum akhirnya saya klik tombol telpon pada kontak sang calon mempelai pria. Meski seperti yang saya duga, tidak diangkat.
Hingga akhirnya, pertanda rombongan telah datang, saya dan beberapa teman masih bersembunyi di dalam kamar. Detik berlalu melambat, degup jantung yang mulanya teratur menjadi agak kencang. Tangan-tangan teman mulai menggenggam tangan saya, dan bertambah erat menjelang ijab qobul. Ya Allah, sekarangkah? Batinku sambil terus berusaha menahan air yang menderas.

Aku tidak tau bagaimana perasaanmu di sana, aku tidak tau apa yang akan terjadi hingga ijab qobul antara om sebagai wali dan kamu sebagai orang yang mengambil hak perwalianku dari om. Doa semakin kuat, di luarpun semakin hening. Hingga sayup-sayup kudengar om mulai mengucapkan satu kalimat dan mempelai pria melanjutkan dengan satu kalimat. Satu kalimat yang membuatku menahan nafas sejenak. Satu kalimat yang membuat kami yang ada di tempat persembunyian haru. Satu kalimat yang menggetarkan arsy. Satu kalimat yang segera disambut oleh doa bagi kami, mempelai pria dan mempelai wanita. Satu kalimat yang tidak hanya membuat kebahagiaan para hadirin di bumi, tapi juga penduduk langit, insyaa Allah.

Duapuluh september duaribu limabelas. Pertemuan kelima kita, pertemuan yang masih saja terasa kikuk. Hingga jarak saat akhirnya aku keluar dari persembunyianku untuk menemuimu masih terasa sangat jauh. Penandatanganan berkas, pembacaan sighat taklik, memasangkan cincin ke tanganku, mencium tanganmu, kamu mencium keningku, menunjukkan buku nikah ke hadirin, semua terasa cepat, kikuk dan jarak yang masih saja jauh bagiku.

Hingga akhirnya usai beberapa prosesi lagi, kita diminta untuk berdiri berdua. Dengan kikuk aku meraih lengan kirimu, menggamit lengan laki-laki yang sebelumnya bukan mahromku dan kini telah menjadi laki-laki dalam hidupku. Dan dengan hangat, kamu memegang tangan kananku yang sedang menggamit lengan kirimu. Saat itulah mungkin jarak yang semula terasa jauh perlahan terasa dekat, aku mulai merasa nyaman disisimu.

Ya, duapuluh september duaribulimabelas  akhirnya Allah mempertemukan kami kembali. Pertemuan kelima dan seterusnya.. Bismillahirrohmanirrohim...Perjalanan baru dimulai.. sampaikanlah kami ke tempat terbaikMu kelak.


Comments