"Pulau Jawa Timur"

Kamis, 3 juni 2010

Disambut oleh 5 anak di tempat les, membuat jiwa ini kembali tercharger. Generasi penuh harapan, mentari yang siap terbit di pagi hari. Hmm... tak lama kemudian, mulai terdengar lagu-lagu yang tak kumengerti. Sebuah mars sepertinya, dan isinya tentang "bonek". Ketika kutanya mereka, apakah mereka "seorang bonek"? dengan serempak mereka menjawab "iya!". Entah, apa alasan mereka menyebut diri mereka seorang bonek. Yang jelas, lagu yang mereka nyanyikan sebaiknya tidak dinyanyikan oleh anak-anak seumuran mereka. Karena bukan dukungan saja isinya, tapi juga kata-kata provokasi yang mungkin belum mereka mengerti.

Baru kedua kalinya mengajar di kejawan, belum begitu mengenal mereka. Ketika kutanya tentang PR atau tugas yang harus dikerjakan, tak seorangpun berkata ada tugas maupun PR. Akhirnya, mereka mengeluarkan buku sekolah masing-masing. Dan yang terjadi adalah, hal tersebut tak bertahan lama. Ada saja tingkah polah diantara mereka sendiri untuk saling mengganggu atau jail ke teman yang lain. Untuk segera meredakan, keramaian yang tak kunjung reda, akupun membuat semacam tebak-tebakkan tentang IPA dan IPS. Dan yang lebih membuatku terkejut adalah ketika pertanyaan ini kulontarkan, "sekarang adek-adek tinggal di pulau mana?" pastilah mereka bisa menjawab, batinku. Karena sudah masuk ke kelas 4 dan 5, maka sudah wajar kulontarkan jenis pertanyaan seperti itu. dan apa jawabannya, "Pulau Jawa Timur". Hmmmm..... pertanyaan kulanjutkan lagi, "jadi, ada pulau jawa timur, pulau jawa tengah, dan pulau jawa barat ya?". Dan dengan keyakinan yang penuh, mereka menjawab, "Iya!!".

Ok2, saatnya mengetes kemampuan mereka, akhirnya kuadakan kuis kecil-kecilan untuk mereka ber 4. Alhamdulilllah ada dua anak yang lumayan paham dengan pertnyaan-pertanyaa n yang kuberikan. Namun, begitulah mereka, dengan segala celotehnya, kesenangan dengan sinetron dan lagu-lagu ornag dewasa, teriakan, "smack down", dll. dan yang terpikir olehku saat itu adalah, seberapa besar keinginan mereka untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah di tempat les sederhana ini. Apa esensi kita mengajar? Apakah lingkungan mempengaruhi pola pikir dan perkembangan anak-anak? Akankah selamanya kita mengajar dengan metode yang seperti ini?

Adek-adek dibiarkan untuk melakukan apapun yang mereka senangi, asalkan mereka datang ke tempat les? Begitukah? Semoga semuanya tidak sesederhana itu, bagaimana esensi pembinaan yang harusnya selalu ditanamkan di setiap diri pengajar?

Risau, akan kondisi yang mereka alami. Ketika di satu sisi ada beberapa anak yang serius mengerjakan soal dan PR mereka, yang lain berteriak dan saling mencemooh satu dengan yang lain. Seakan sedang menonton tayangan nanny 9/11. Bagaimana niat kita untuk membenahi sistem pembinaan? Harapan untuk memperbaiki sistem ini sangat besar sekali. Mohon masukan dan sarannya.
[imm-03062010]

Comments