Seberapa Terkenalkah?


Seseorang adik taman baca berkata padaku tadi siang, “kita terkenal ya kak sekarang? Kak Mafi kemarin minggu bilang, kita masuk buku yang ada di ITS”. Dalam hati aku menjawab, “Lha jadi selama ini ndak tau kalo kalian terkenal se-asia tenggara? ” Tapi yang terucap adalah, “lha, emang kalian bisa masuk buku? Bukunya segede apa?” dan mereka pun tersenyum mendengar jawabanku yang sebenarnya cukup “kriuk” alias garing.

Waktu begitu cepat berputar, sepertinya aku sudah sekitar setahun lebih “akrab” dengan lingkungan yang katanya merupakan prostitusi terbesar di Asia Tenggara tersebut(meskipun kuyakin aku tak lebih mengenal dari seperempat kawasannya). Ya, di dalam sana juga ada kehidupan lain (di samping kehidupan yang mungkin sebagian dari kita telah mengetahuinya, atau paling tidak mendengar atau membaca dari koran maupun berita ). Di sana juga ada anak-anak yang tumbuh dan berkembang seperti halnya di daerah lain. Mungkin sudah ada yang menemukan jawabannya kita sedang membicarakan daerah apa?

Yap, Dolly, kawasan yang konon berasal dari seorang noni Belanda bernama “tante dolly” ini memiliki perkembangan yang cukup pesat. Mengalahkan perkembangan distro, warnet, bahkan frenchise yang kini sedang booming. Berbicara tentangnya tentu tak akan ada habisnya. Daerah tersebut sudah terkenal semenjak berpuluh tahun lalu, tak heran banyak orang yang telah mengenalnya. Bahkan menjadikannya sebagai tempat mendulang rupiah dari orang yang kebetulan “singgah” di wisma yang tersedia bak toko kerajinan di Bali, maupun pedagang kaki lima di suatu kawasan.

Kembali ke pernyataan salah satu anak yang sudah lumayan lama kukenal, “kita terkenal”. Ya, siapa yang belum mengenalnya, apalagi yang sudah tinggal lama di Surabaya ataupun yang baru tinggal, daerah ini tentu satu daerah yang tak akan pernah lupa untuk masuk daftar kawasan yang paling sering disebut.

Terinspirasi oleh cerita seorang teman tentang Dik Doang dan Kandang Jurangnya, yang menangani anak-anak dengan berbagai latar belakang, sebut saja peminum, anak jalanan, dll. Dia (Dik Doang) mengawali pembinaannya dengan satu tekad, “saya memilih jalan ini” ujarnya. Dan apa yang dilakukan dengan modal yang dimilikinya kala itu? Ternyata, dia memiliki modal terbesar, yaitu menangis pada Rabbnya di sepertiga malam terakhir. Meminta padaNya supaya apa yang dicitakannya mendapatkan ridho dan kemudahan dari Allah.

Setelah melalui proses analis dan sebagainya, teman saya menyimpulkan bahwa yang lebih ditekankan dalam pembinaan di taman baca tersebut adalah aqidah, moral, serta keterampilan. Maka kami pun berencana untuk menggandeng berbagai elemen dengan bidang masing-masing untuk menjadi relawan di taman baca yang terletak di kawasan putat jaya tersebut. Kami harap dengan menyisihkan beberapa jam di hari ahad selama sekali seumur hidup bisa memberi inspirasi pada anak-anak dengan keseharian yang “tidak senormal” anak-anak kebanyakan. [imm]

Comments

misbahul khoir said…
Assalamu'alaikum. Subhanalah, hati ini begitu gemetar membaca semua tulisan anti. sangat terharu melihat perjuangan2 kawan2 semua di kota ane, seharusnya ane juga ada di sana. ane malu sama Allah. ane begitu senang, melihat foto adek2nya yang semakin banyak. semangat kawan2q. meskipun dulu ane hanya sekali saja pernah berkumpul disana, pi rasanya begitu menyenangkan. syukaron buat teman2 sudah mau berjuang untuk kota ane, insyaAllah kita semua berjuang di bumi Allah. semoga Allah tetap mengistiqomahkan kita semua. salam ya buat tmn2 ikhwannya. .