Tiga hari di Daerah Khusus Ibu Kota (dan sekitarnya...)


(Meninggalkan dua agenda besar di kampus+tugas kelompok, afwan jiddan. Karena keberangkatan ini murni untuk menghadiri walimahan sepupu+berkumpul bersama keluarga besar yang sudah direncanakan beberapa bulan sebelumnya. Kunjungan la
in adalah suplemen tambahan bagi penulis.)

Hari 1, Jum’at 19 Nopember 2010
Naik kereta api... tut..tut..tut....
Bener-bener alat transportasi favorit. Baik untuk perjalanan jarak jauh, menengah, maupun dekat. Seperti yang kulakukan beberapa hari lalu ketika ke Jakarta menggunakan kereta api. Setelah nyampe di Gambir, langsung buru-buru menyerbu kamar mandi untuk sekedar membersihkan muka, langsung deh beli tiket KRL untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya.

Kali ini saya memilih naik KRL ekspress, karena kebetulan ada janji di pemberhentian selanju
tnya tepat pukul 10.30. dan ketika menuju jalur 3, jam menunjukkan pukul 09.00. jadwal kereta ekspress jam 09.30. Tapi apa daya, sampai pukul 09.45 kereta tak kunjung datang. Sekitar pukul 10. 00 akhirnya nongol juga kereta yang telah lamadinanti.

Nyaman, dengan kursi yang bisa dibilang empuk, ada peta jalur kereta api, dan juga suara mba’-mba’ yang menginformasikan bahwa kereta sudah sampai stasiun apa dan akan menuju stasiun apa (ketahuan nda pernah naik KRL). Akhirnya setelah beberapa menit (kurang lebih 15-20 menit) sampai juga di stasiun UI (Universitas Indonesia).

Tujuan pertama: Universitas Indonesia

Sesampainya di sana, sempet bingung juga, kata temen disuruh nunggu bikun (bis kuning )di halte stasiun. Tapi tu halte nda kelihatan dari tempat saya berada, yang kelihatan adalah pangkalan ojek lengkap dengan helm KUNING nya!!!Setelah keluar dari stasiun, barulah kelihatan halte bikun. Tak berapa lama, bikun yang ditunggu muncul juga. Para mahasiswa UI langsung menyerbunya (minus saya yang mahasiswa ITS tulen). Bisnya tak kalah nyaman dengan KRL ekspress. Bersih, ber AC, tempat duduk nyaman, sopirnya nda ugal-ugalan. Denger-denger bus ini termasuk armada baru, tak heran penampilannya masih “kinclong” dan terawat. Di bagian luarnya ditulis “Use public transportation to reduceair pollution”. Selain bikun, UI juga menyediakan sekun (nda tau singkatannya, bikin sendiri, Sepeda Kuning), layaknya di UGM, mahasiswa bebas meminjam sepeda dengan KTM sebagai jaminan.

Tempat saya janjian adalah di Musholla Izzatul Islam. Merasa familiar dengan nama mushollany
a? Musholla tersebut terletak di Fakultas MIPA, digunakan oleh salah satu kelompok nasyid yang berasal dari UI. Yang lagu-lagunya bisa “membakar”
semangat para aktivis dalam berdakwah. Namun, setelah
ditelpon ternyata ukh nita (dari SALAM UI) masih belum bisa bertemu sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Karena beliau masih harus mengerjakan skripsi. Okelah karena saya juga ada janji dengan teman SMA, maka bertemu ukh nita dipending dulu.

O iya, ada yang lupa, budaya publikasinya pol-pol-an. Jarang sekali ditemui spanduk berukuran standart kayak di ITS, semuanya berukuran besar , seperti spanduk-spanduk kampanye PEMIRA, Dies Natalis, mungkin yang paling kecil seukuran Spanduk Dauroh Mar’atus Shol
ihah yang menurut kita ukurannya sudah besar. ditambah lagi area publikasi di setiap halte bikun, poster-posternya berwarna semua dan desainnya mantabghan! Entah ini efek “rumput tetangga lebih hijau”
atau memang seperti itu adanya....

Setelah memending jadwal bertemu ukh nita, saya kembali meluncur dengan bikun ke kawasan rektorat, karena disanalah saya akan bertemu teman jaman SMA. Setelah pencarian yang cukup alot (le
bay) kita ketemu juga di depan halte bikun masjid UI. Ya, nama masjid kampu UI adalah Mesjid UI, tapi UI nya bukan universitas Indonesia, tapi ukhuwah Islamiyah. Masjid kampus yang mahasiswanya lebih banyak dari ITS ternyata tak sebesar bayangan saya. Masjidnya bisa dikatakan lebih kecil dari masjid manarul ‘ilmi.
Karena saat itu hari Jum’at maka, maesjid UI sedang dikuasai kaum adam yang akan menunaikan kewajiban shalat jum’atnya. Kebetulan cacing di perut sudah mulai berdisko untuk meminta sarapan+makan siang. Tujuan selanjutnya, kantin psikologi. Sambil menuju ke kantin kami melewati sebuah bangunan yang belum seutuhnya jadi. Konon, bangunan itu “calon” perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara. Berikut foto hari jum’at lalu:


Setelah makan siang kamipun membakar kalori dengan berjalan-jalan di sekitardanau UI. Melewati rektorat(di depannya terpampang tulisan Science Park), sekelompok orang yang tengah berlatih menari, gedung yang dipakai Obama memberikan kuliah tamu, dan sampailah pada areal tepi danau yang cocok untuk piknik. Lengkap dengan tempat duduk+suasana yang mendukung (mendung). Tak lama kami duduk, terlihat jama’ah shalat jum’at mulai membubarkan diri, tepat saat gerimis mulai datang.

Shalat di Mesjid UI
Sempet bingung juga shalatnya, karena setelah sha
lat jum’at masih banyak ikhwan berkeliaran di tempat shalat putri. Apa daya, akhirnya kami tetap shalat di lantai dua yang masih digunakan beberapa jama’ah shalat jum’at untuk istirahat maupun bercengkrama dengan jamaa’ah lain.

Jam menunjukkan pukul 13.45, sementara
saya janjian dengan ukh nita sekitar jam 14.00, saya memutuskan untuk ke halte bikun. Sedang teman saya menuju kampusnya(jurusan Sistem Informasi Fasilkom)yang terletak tak jauh dari mesjid UI untuk kembali kuliah. Setelah beberapa lama, saya mencoba menghubungi ukh nita, tapi ternyata beliau masih belum bisa sampai di FMIPA dalam waktu dekat. Padahal sebelumnya saudara yang akan menjemput saya di stasiun gondangdia sudah mewanti-wanti kalau jangan sore-sore pulangnya, karena bisa jadi kita terjebak pada jam “lucu-lucunya” (baca:macet) ibu kota.

Mungkin memang belum saatnya bertemu, saya memutuskan untuk segera kembali ke stasiun UI membeli tiket balik ke gondangdia. Kereta ekspress baru sekitar pukul 16.00 masuk ke stasiun UI, ekonomi AC jam 15.00. karena keburu-buru juga, saya memilih naik KRL ekonomi. Dengan harga tiket Rp 1500 kita bisa menikmati hiburan “live” dari para penjaja makanan, tukang ngamen, m
aupun hal-hal unik lain yang mungkin tidak saya temui ketika naik kereta ekspress.

Hari 2, wedding day
Hmm... konsumsi pribadi. Yang jelas, pembelajaran terbesar adalah menikah tidak hanya menikahkan dua orang manusia, tetapi dua keluarga besar.

Hari 3, Kandank Jurang Doank

Mungkin banyak yang bertanya, berpikir, mengingat, atau tak peduli. Kandank? Di jurang? Nama kandang apa itu? selintas, orang akan berpikir tentang arti dari nama kandank jurang doank sendiri. Sebenarnya sudah cukup lama saya mengetahui keberadaan kandank jurang doank (KJD) dengan sekolah alamnya. Tapi kala itu saya tak berpikir lebih tentang apa tujuan dari KJD yang merupakan komunitas kreativitas yang didirikan oleh dik doank. Sampai suatu saat teman saya bercerita tentang dik doank dan caranya menjadi pembicara. Konon(menurut teman saya), dengan kesederhanaan tampilan dik doank, beliau memiliki kekuatan motivator seperti Ary Ginanjar (ESQ). Teman saya bercerita ketika kebetulan pengisi materi nya adalah dik doank, beliau memulai materi dengan mengajak seluruh peserta berdoa dan membaca al fatihah, serentak suasana yang sebelumnya kurang kondusif menjadi begitu khidmat dan hanyut dengan lantunan al fatihah. Itu hanya sekelumit kisah yang diceritakan teman saya mengenai pengalaman inspiratifnya bersama dik doank.

Rencana kunjungan saya ke KJD pun terbilang mendadak. Awalnya, karena ingin memanfaatkan waktu selagi di DKI, maka saya memutuskan untuk jaulah ke UI. Tapi sepertinya ada yang kurang, muncullah keinginan untuk bertandang langsungke KJD. Mulailah searching tentang kandank jurang, mulai dari alamat, nomor telepon, dll. sesampainya di DKI, sempat ragu karena KJD terletak di daerah yang lumayan jauh dari rumah saudara-saudara yang berdomisili di Jabotabek.

Ahad, 21 Nopember 2010

Diantar oleh keluarga sepupu, lengkap dengan keponakan saya yang masih belum genap satu tahun. Serasa piknik pokoknya. Dan kami sama-sama tidak tahu lokasi KJD, walhasil sepanjang perjalanan kami bertanya ke beberapa orang baik hati yang mau menunjukkan jalan meunju KJD. Setelah melalui proses yang cukup panjang, nemu juga komplek perumahan yang dimaksud. Berbekal penunjuk arah KJD dan bertanya ke seorang anak kecil yang kami te
mui di jalan, sampai juga di daerah yang dis
ebut KJD. Yang pertama terlihat adalah warung makan doank, sempat bertanya ke mba’-mba’ yang kemungkinan adalah penjaga warung.

Saya: “permisi mba, kantornya KJD di sebelah mana ya?”
Mba’2: “oh, lapangan ini lurus
aja trus ketemu sama pintu yang banyak rambu-rambunya, nah di situ kantornya”
Saya:”emm.. ya mba’ makasih”
Beberapa detik kemudian..
Sepupu: dimana de’ kantornya?
Saya: di sana mba(sambil menunjuk areal seberang lapangan)
Sepupu: yaudah, kamu kesana sendiri ndak apa kan, kita tunggu sambil jalan-jalan ya.
Saya: OK

Yah, sampailah saya di depan kantor KJD. Benar-benar tanpa persiapan. Saya darimana? Mau ada urusan apa? Wew, baru kepikir.... tujuan utama sebenarnya adalah mengetahui sistem pembinaan di KJD+sharing-sharing tentang binaan. Saya disambut oleh sapaan dan senyuman dari seorang mba’ yang bernama Mba’ Ema. Beliau adalah tim manajemen KJD. Mulailah saya memperkenalkan diri dan menyatakan maksud saya datang ke KJD.
KJD adalah sebuah komunitas kreativita
s yang didirikan dik doank. Sering disebut sebagai sekolah alam karena pembelajaran dilakukan di alam bebas. “Bukan karena sekolahnya sudah tersedia, tetapi karena kita tidak mempunyai ruang khusus untuk belajar, jadi kadang belajar di lapangan, pinggir jalan, di depan rumah, dll makanya disebut sekolah alam” ujar mba’ Ema. Untuk sistem perekrutan relawan atau pengajar biasa dilakukan secara terbuka, relawan pun datang dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, pekerja, dll. maka tak jarang waktu untuk “sekolah”disesuaikan dengan jadwal pengajar.

Di KJD terbagi menjadi beberapa kelas, seperti perkusi, vokal, futsal, tari, komputer, dsb. Sekolah ini diadakan setiap hari senin-sabtu sore hari+ahad pagi. Banyak orang yang akan bertanya-tanya mengenai pendanaan. Karena sekolah ini gratis padahal siswanya tak bisa dibilang sedikit ditambah pula fasilitas yang memerlukan perawatan. Ketika saya tanya mengenai pendanaan mba’ ema menjawab, “awalnya bang dik pernah berharap ada orang yang datang sambil membawa pensil, kertas dan peralatan pendukung lainnya, tapi ternyata mindset tersebut salah. Karena kita hanya boleh berharap pada Allah, bukan pada orang”. Ya, dan harapan itu dijawab oleh Allah dengan dukungan dana pembangunan KJD oleh Holcim yang memakan biaya lumayan banyak. “Kalau sekarang kita biasanya mendapatkan pemasukan dari penyewaan tempat outbond, sawah-sawahan” tambahnya.

Bukan hal yang mudah untuk memulai, apalagi mempertahankan. “Berbuat baiklah, apa saja yang bisa kamu lakukan sesuai kemampuanmu”. Yup, kon
sep berbuat baik tanpa memiliki motif tertentu menjadi langkah awal KJD menapaki usianya. “Di dunia yang seperti ini memang susah kalo tidak memiliki pendirian yang kuat seperti bang dik” tambah mba’ ema. Ketika saya sedikit bercerita tentang kondisi binaan di Surabaya, mba’ ema menyemangati, “Jangan pernah putus asa, karena pasti banyak sekali tantangan yang akan dihadapi. Sama seperti ketika saya saat pernah mendirikan sebuah perpustakaan gratis bagi anak-anak. Bukan hal positif yang banyak saya dapatkan, tetapi banyak orang tua yang berpendapat bahwa buku yang saya pinjamkan menyebabkan anaknya malas belajar. Maka saya memutuskan untuk menggabungkan saja buku yang saya punya ke KJD.””

“Mulailah mengajari mereka dari hal yang kecil dan bisa dilakukan, seperti membuang sampah.” Kemudia mba’ ema bercerita tentang pem
bukaan taman baca di suatu daerah yang mengundang beberapa orang sebagai pembicara, Dik Doank salah satunya. Saat pembicara pertama, dan kedua menyampaikan pidato mengenai tujuan taman baca, rencana jangka panjang, dll, namun Dik Doank langsung mengajak audiens (yang kebanyakan anak-anak)
u
ntuk melihat keadaan sekitar. “Coba kalian lihat kanan-kirimu, daritadi kita hanya bisa diam dan kurang memperhatikan, padahal banyak sampah yang berserakan di sekitar kita.” Dan akhirnya, Dik Doank yang seharusnya menjadi pembicara, bersama-sama dengan audiens yang datang malah mengumpulkan sampah dan membuang di tempatnya. Mungkin sederhana, tetapi sampai sekarang itulah yang terlihat di KJD, jarang sekali
ada sampah yang terlihat karena mereka menanamkan nilai-nilai sederhana tersebut untuk langsung d
iaplikasikan.

Kunjungan yang singkat, dan tidak sempat mampir ke museum maupun ruang pamer karya siswa KJD. Namun, ada beberapa hal yang bisa kita ambil dalam menangani binaan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pendirian yang kuat, berbuat baik, dan yang paling penting berharap hanya pada Allah. Semoga kelak perhatian dunia semakin besar terhadap dunia anak, remaja, dan kebutuhan pendidikan bagi mereka.
Yang mau lebih lanjut bisa buka website nya di www.kandankjurank.com atau bisa mengunjunginya di Komplek Alvita Blok Q Sawah Baru, Ciputat.

Comments

heny said…
hmm,, tiga hari yang sarat makna pastinya..
klo pekan ini kita ktemu,, transfer y ukh.. :)
Immash said…
iya2..termasuk yang hari 2... :)