Syuport

Syuting? Syuren? Apa ya? Syuting film? Syuro’ keren? Yah, syuting dan syuren mungkin sudah akrab di telinga para aktivis dakwah kampus. Tapi bagi yang belum tahu, akan saya jabarkan kepanjangannya.
Syuting= Syuro’ Chating(biasanya via yahoo conference)
Syuren=Syuro’ Conference(biasanya via telepon yang diikuti banyak orang dalam sekali waktu)

Tapi kalo syuport? Coba tebak?! Syuro’ di airport? Syuro’ repot? Dan ternyata jawabannya adalah syuro’ di portal! Syuro’ yang baru pertama kali saya lakukan dan mungkin sekali seumur hidup. Tepatnya di PSI(Program Studi Islam) 3, portal yang digunakan adalah portal barat Masjid Manarul ‘Ilmi yang biasanya dibuka waktu shalat jum’at. Tapi jangan dibayangkan kita syuro’ di alam terbuka tanpa hijab. Karena kita anak ITS CAK (Cerdas, Amanah, Kreatif), dan berusaha mengamalkannya salah satunya yaitu kreatif, maka panitia tak kurang ide untuk membuat peserta terbengong-bengong. Spanduk yang berfungsi sebagai sarana publikasi disulap menjadi hijab. Jadilah kami syuro’ di tengah deruman motor atau mobil yang kebetulan lewat, atau pandangan penuh tanda tanya orang yang lewat.
Berbeda dengan syuro’ ()yang mungkin bisa disebut diskusi) dengan pemilik taman baca di daerah putat, tak ada hijab yang biasanya digunakan, pun kondisi yang bising karena riuhnya karaoke tepat di depan taman baca. Jadilah kami bergantian memandang kaki, tangan, karpet, alias kebanyakan nunduk sambil sesekali menegakkan pandangan ke arah “aman”. Atau syuro’ dadakan di masjid sekitar putat juga, dan kita menjadikan tembok sebagai hijab, maka tak jarang suara kita terkesan seperti teriakan karena penghuni tembok di seberang tak kunjung mendengar.

Bagi organisasi lain mungkin akan sulit diterapkan apalagi menjadi aturan wajib bahwa disetiap syuro’ harus ada beberapa aturan yang menjadi tata tertib tersendiri, salah satunya hijab. Itulah yang menjadi pembeda. Pembeda yang membuatku “jatuh hati” pada jalan ini saat tafakur alam bersama anak-anak SKI Smada Madiun. Sebelumnya, saya tidak pernah terlibat langsung dengan kegiatan kerohanian, jadi peserta sih sering, tapi kalo panitia mungkin waktu idhul adha, itupun motong-motong daging dan menimbang sesuai ketentuan. Ya, di daerah yang bisa disebut pegunungan saya mulai menyukai suasana itu, semua kegiatan putri dan putra terpisah. Lahan huni terpisah, tempat makan terpisah, kajian ada hijabnya, dll. Wuih... bener-bener merasakan indahnya kebersamaan bersama akhwat-akhwat pokoknya.

Padahal beberapa bulan sebelumnya saya sempat menanyakan dan mempertanyakan hal yang kala itu asing bagi saya. Begini cerita singkatnya, saya diundang buka bersama SKI, sambil menunggu waktu buka puasa saya bersama beberapa akhwat menunggu di tempat registrasi yang terpisah dengan ikhwan. Tiba-tiba datang seorang ikhwan yang berkoordinasi dengan akhwat, dan beliau kala itu(ikhwannya) berada di balik pohon yang kebetulan ada di dekat tempat registrasi akhwat. Sambil terus dibalik pohon dan menunduk, ternyata beliau juga menjelaskan beberapa hal terkait kondisi lapangan, undangan yang datang, konsumsi, dll (saat itu belum musim hp apalagi facebook, jadi alternatif utama langsung nyamperin). Melihat hal yang tak biasa tersebut tak tahan rasanya untuk berkata, “lagi india-indiaan ya mereka?”.

Itulah beberapa pengalaman yang mungkin bisa menjadi evaluasi kita bersama. Betapa Islam menjaga setiap gerak setiap pemeluknya. Pun dalam hal “pandangan”,seperti yang terdapat dalam surat di bawah ini:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS An-Nur:30)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”(QS An-Nur:31)

Meski era semakin modern, hp bertebaran, jejaring sosial menjamur(FB, Twitter, Plurk, Koprol), bahkan BB menambah semarak tekonologi, belum lagi android yang tak mau kalah. Kita tetaplah harus menjadi generasi “pembeda” melalui penegakan syariat. Semoga Allah senantiasa menjaga pandangan kita , menundukkan hati kita, mengisi hati kita dengan namaNya, bukan yang lain. Menjaga otak kita berpikir tentang jalan ini, bukan hal-hal yang seharusnya tidak kita pikirkan. Sekali lagi, luruskan niat. Jangan biarkan noda setitik di hati kita bisa membubarkan seikat bunga penghias surga. Begitu indahnya agama ini ya Rabb...[imm]

Comments