Taman Santri Manarul 'Ilmi


Bismillahirrohmanirrohim

Setelah beberapa saat menahan rasa untuk menulis kisah singkat tentang TSM, akhirnya kesampaian juga. Lama tidak kumpul komunal dengan anak-anak yang berjumlah tak kurang dari lima puluh orang. Sebelumnya ada biorama dan beberapa bulan sebelumnya aku masih bersama kembang apiku di daerah lain, yang kini sudah jarang kutemui.

Pagi hari dimulai dengan penjemputan adek-adek binaan, dan ada satu fakta yang mungkin belum terjadi sebelumnya. di tempat kami janjian untuk menjemput, hanya ada seorang anak laki-laki, kemana yang lain? Setelah berjalan sekitar beberapa puluh meter dari TKP (Tempat Kejadian Penungguan), kami menemukan pasar senggol yang tak lain adalah pasar dadakan karena jalan sehat . mata mulai berstatus siaga 1 untuk menemukan wajah-wajah yang kami kenal. Tak lama, ada wajah familiar yang menghampiri kami, bergegas kami menyuruh mereka untuk mandi dan berganti baju. Agak sulit di awal, tapi akhirnya luluh juga setelah ditaklukkan dengan jurus rayuan flying fox. 

Tak banyak yang kami jumpai pagi itu, ditambah hiburan musik serta jajan bertebaran mewarnai pencarian adek-adek. Tak lama, setelah dirasa tak ada lagi yang bisa kami temukan, kami kembali ke TKP. Tak lama, satu dua orang muncul disusul kelompok yang lain. Berangkatlah kami menuju tempat permainan.
Sesampainya disana, ternyata adek-adek sudah pada ribut kian kemari. Ada yang semangat menyambut permainan, ada juga yang ogah-ogahan pengen pulang. Pendamping terlihat berusaha menenangkan adek-adek dengan berbagai jurus yang mereka punya. Jurus yang mungkin mereka dapatkan ketika sering berinteraksi dengan adek-adek. Pemandu sibuk memberikan aba-aba untuk membuat adek-adek meningkat motivasinya. 

Singkat cerita, outbond berlangsung...seperti...itulah... bisa dibayangkan kalau semua binaan datang? Padahal kemarin mungkin baru 70an% yang datang. Dari medokan izin karena ada acara juga, dari gebang adek-adek SMP banyak yang berhalangan hadir. Lalu apa yang kita dapatkan? Sedikit evaluasi untuk binaan ke depan, BPU belum bisa menyatukan binaan dari semua daerah. Adek-adek masih sulit untuk diajak menyatu. Hal yang sangat perlu dibenahi lagi adalah akidah, ibadah, akhlak. Dengan berbagai hal yang terjadi di dunia ini, tanpa “saringan” yang cukup ketat, mereka menerima apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Tak jarang, adek-adek masih berkata kasar, susah shalat (bahkan sering ketika ditanya, dalam sehari ada yang shalatnya cuman dua kali, padahal mereka sudah baligh). Sebagai yang lebih “dewasa” tentu kita berkewajiban untuk membuat mereka untuk lebih baik dengan cara-cara kreatif, sehingga merekapun akan “tertarik” dengan apa yang kita sampaikan. 

Saya sangat menghargai teman-teman panitia, pendamping, pengajar, maupun pemandu dalam menghadapi adek-adek yang penuh kejutan. Syukron atas semua waktu, tenaga, biaya dan semua yang telah dikeluarkan. Tidak lupa sejuta kesabaran yang menjadi benteng bagi diri sendiri untuk menahan “emosi” saat menghadapi mereka. Semoga apa yang diusahakan bermanfaat dan barokah. 
Semoga ke depan lebih baik dalam membina adek-adek, sehingga ke depan mereka bisa seperti yang ditulis M. Fauzil Adhim dalam bukunya Positive Parenting , “Mereka inilah anak-anak yang hidup jiwanya. Bukan cuma sekedar cerdas otaknya. Mereka inilah anak-anak yang kuat imannya, kuat ibadahnya, kuat ilmunya, kuat himmahnya, kuat ikhtiarnya, kuat pula sujudnya" .[imm]



Comments