Cak Jo: Saksi Sejarah Jama’ah Masjid Manarul ‘Ilmi



Bismillahirrohmanirrohim....
Siapa mahasiswa muslim yang tak mengenal beliau? minimal melihatnya di Masjid Manarul ‘Ilmi, minimal lagi mendengarkan suaranya saat adzan berkumandang. Ya, beliau memiliki nama lengkap Muhammad Suparjo. Bapak kelahiran Ngawi 4 Januari 1974 inilah yang menjadi teman setia Pak Mi’an di Masjid Manarul ‘Ilmi. Mulai dari menjadi mu’adzin sampai urusan liatrik mati diperankannya dengan baik. Untuk menceritakan pengalaman hidupnya yang tak diragukan lagi, maka saya membaginya menjadi beberapa fase. Pra Manarul ‘ilmi, Manarul ‘ilmi, dan Pasca Manarul ‘Ilmi. Semoga bermanfaat.

Pra Manarul ‘Ilmi

Lahir dan menghabiskan masa kecilnya di sebuah dusun bernama gedhangan, Ngawi. Bapak yang biasa dipanggil Cak Jo ini, menamatkan sekolah dasarnya. Setelah lulus sekolah dasar, tak langsung melanjutkan ke sekolah menengah pertama karena kondisi yang belum memungkinkan. Jadilah beliau bekerja sebagai seorang penggembala sapi. Sebenarnya, bukan hal baru baginya “merawat” masjid, sebab sejak beliau SD, banyak waktu yang dihabiskan di masjid yang terletak di desanya. Kurang “pas” dengan pekerjaannya sebagai penggembala sapi, beliau memohon kepada Allah supaya memiliki pekerjaan tetap.

Allah menjawab doa beliau dengan memberinya sebuah pekerjaan menjadi seorang tenaga kebersihan di rumah putra Wakil Gubernur Jawa Timur kala itu. Sehingga mengharuskan beliau untuk “hijrah” ke Surabaya. Bekerja di putra wakil Gubernur Jawa Timur sekitar 1,5 tahun. Dengan tabungan yang dikumpulkannya saat itu, beliau membeli seekor sapi. Dan pulanglah ke kota asalnya, Ngawi. Namun, karena merasa perlu persiapan untuk menghidupi istri dan putra-putri nya kelak, maka Cak Jo berpikir lagi untuk mencari pekerjaan lain seta meminta kepada Allah untuk diberi pekerjaan.  

Cak Jo pun diajak seorang temannya untuk membuka sebuah kios di daerah Mojokerto, karena kondisi yang kurang kondusif, setelah bertahan selama lima bulan maka Cak Jo memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya, Ngawi. Sesampainya di Ngawi, Cak Jo terus memohon pada Allah supaya dipertemukan dengan pekerjaan yang tetap dan tentunya dengan kondisi yang kondusif. 

Selang tiga hari, datanglah seorang pengurus JMMI yang bernama Mujiono dari Teknik Kimia yang menawarkan sebuah pekerjaan di sebuah masjid bernama Manarul ‘Ilmi.

Manarul ‘Ilmi

Siapa yang menyangka, Cak Jo ternyata belum mengenal Pak Mujiono, ternyata Pak Mujiono adalah saudara dari teman mengaji Cak Jo di masjid desanya. Masih teringat gaji di awal Cak Jo sampai di MMI, sebesar 80rb. Cak Jo yang lama menghabiskan waktu di daerah kelahirannya merasa “minder” di awal bekerja di MMI. “Karena saya berada di lingkungan yang memiliki intelektual tinggi, jadi saat itu saya menjadi pendiam karena minder”, ujar beliau mengenang beberapa tahun lalu. Tapi pada saat yang sama pula, beliau berinteraksi dengan pengurus JMMI. “Pada saat itu pengurus JMMI selalu memotivasi, bahkan saya diikutkan pelatihan manajemen diri yang diadakan oleh alumni JMMI, namanya Forum Harapan Umat”, tambahnya. 

Pernah suatu hari Cak Jo menanyakan suatu hal kepada salah satu ikhwan yang kebetulan aktif di JMMI dan juga di senat(BEM kala itu), “Mas, sampeyan iku sibuk di luar terus, mbok ya ngajar anak-anak ngaji, kan lebih bermanfaat”. “Dakwah itu tidak hanya mengajari orang mengaji Cak Jo, tetapi juga bisa di bidang yang lain, mungkin di senat atau di mana saja”, jelas ikhwan yang ditegur oleh Cak Jo berusaha menjelaskan mengapa dia juga harus sibuk di bidang yang lain. Akhirnya malam tersebut Cak Jo kembali merenung, dan ternyata beliau menyadari bahwa belum memahami Islam secara menyeluruh. Ditambah dengan mengikuti pelatihan manajemen diri yang diadakan Forum Harapan Umat, dari situlah Cak Jo mulai bangkit.

Dan pada akhirnya saat beliau berusia 29 tahun, memutuskan untuk menikah. Dengan perantara teman, beliau dikenalkan dengan seorang wanita yang kini menjadi istrinya. Bernama Siti Khodijah yang saat itu berusia 19 tahun. Bisa dibilang sebuah hal yang tidak diduga sebelumnya, mengapa? Karena, niat awal Cak Jo untuk berta’aruf, tapi temannya bahwa Cak Jo “meminta” nya untuk menjadi istri. Cak Jo pun tidak mungkin untuk meralat perkataan sang teman. Beliau pasrah dengan istikhara’ calon istri dan calon mertuanya (pada saat itu). Dan begitulah, tak lama, mereka pun menjadi pasangan suami istri. Saat bercerita hal ini Cak Jo sempat mewanti-wanti,”pentingnya ta’aruf.” Tapi begitulah rencana Allah untuk Cak Jo, tanpa hal-hal yang disebut anak muda “pacaran” beliau masih bertahan dengan istri yang dikenalnya(lebih dekat) setelah menikah. Sampai sekarang sang istri tinggal di Ngawi karena beberapa pertimbangan, dahulu karena biaya hidup, dan sekarang Istrinya yang telah melahirkan 1 orang putra dan 1 orang putri ini menjadi guru mengaji di Ngawi.

Banyak hal yang dikenangnya tentang JMMI, seperti “isu” yang menyebabkan Cak Jo sakit selama beberapa pekan dan membuahkan beberapa hikmah yang diingatnya sampai sekarang. Opini nya yang sering nongol di mading JMMI tentang “Balada Seorang Tukang Ngepel”, kata beliau sampai sekarang tulisan tersebut masih disimpan. Hasil karya dari bimbingan Kepala Departemen Humas pada tahun 90an. Bahkan dengan opini rutinnya itu JMMI mulai membuka diri terhadap masyarakat kampus dengan membuat sebuah acara bernama JMMI FAIR sekitar tahun 1998. Acara yang menurut Cak Jo cukup menyedot perhatian mahasiswa. Dimana seluruh lini di JMMI pamer program dakwah dengan kemasan menarik ditambah bazar yang menjual berbagai macam benda.

Banyak hal yang disampaikan Cak Jo tentang MMI maupun JMMI. Saran maupun harapan-harapan ke depan. Seperti slogan JMMI Santun dan Bersahabat menjadi sorotannya, karena tidak semua karakter pengurusnya seperti slogan tersebut. Jadi sarannya, JMMI lebih bisa merangkul massa kampus dengan karakter sesuai slogannya. 

Pasca Manarul ‘Ilmi

Ketika ditanya rencana ke depan, Cak Jo akan tetap di MMI sampai masa pensiunnya datang. Setelah pensiun, keinginan terbesarnya adalah mempunyai kontribusi nyata pada masyarakat di desa. Dengan membuka lapangan pekerjaan, mendirikan lembaga pendidikan dan pesantren, dan lain-lain. Semoga apa yang dicita-citakan beliau dikabulkan oleh Allah. Amin.[imm]




Comments

kadafi said…
luar biasa..sy sering mendengarkan cerita2 dari beliau..banyak pelajaran yg bs dipetik selama 1 thn serumah dgn beliau..ma'an najah cak Jo..smg suatu saat sy bs melihat kampung halamanmu..
Bahtiar RS said…
alamak...saye sudeh lame tak cakap dengan beliau.

Kangen masa-masa RDK dulu...

dimarahin mulu sama Cak Jo

*Jitak*
terimakasih atas sgala nasihatnya Cak Jo...you know me so well lah...
Arman said…
jadi pengen kayak Cak Jo.. :D