Niat, Konsistensi, Niat dan Konsistensi, Konsistensi Niat.


Akhirnya setelah berkutat dengan “gudang data” beberapa hari terakhir ini, bisa juga menulis beberapa hal yang sebenarnya pengen sekali segera disalurkan. Bermula dari sebuah momen yang membuat “kami” saling bermuhasabah sampai sidang muktamar yang insyaAllah barokah. Amin. 

Saya awali dengan sebuah potongan kisah dari seorang Muhammad Al Fatih.

Obsesi tujuh abad itu begitu bergemuruh di dada seorang sultan muda. Usianya baru 23 tahun. Ia tahu, hanya seorang yang paling bertaqwa yang layak mendapatkannya. Ia tahu, hanya sebaik-baik pasukan yang layak mendampinginya. Maka di sepertiga malam terakhir menjelang penyerbuan bersejarah itu ia berdiri di atas mimbar, dan meminta semua pasukannya beridiri. “Saudara-saudaraku di jalan Allah”,ujarnya, “Amanah yang dipikulkan ke pundak kita menuntut hanya yang terbaik yanglayak mendapatkannya. Tujuh ratus tahun lamanya masa kenabian Rasulullah telah menggerakkan para mujahid tangguh. Tetapi Allah belum mengizinkan mereka memenuhinya. Aku katakan pada kalian sekarang, yang pernah meninggalkan shalat fardhu sejak balighnya , silahkan duduk! ” begitu sunyi. Tak seorangpun bergerak.
“Yang pernah meninggalkan puasa Ramadhan, silahkan duduk!” Suasana tetap hening. Tak satupun orang bergerak. 
“Yang pernah mengkhatamkan Al Qur’an melebihi sebulan, silahkan duduk!” Kali ini, beberapa gelintir orang perlahan menekuk kakinya. Berlutut berlinang air mata. 
“Yang pernah kehilangan hafalan Al Qur’annya, silahkan duduk!” Kali ini lebih banyak yang menangis sedih, khawatir tak terikut menjadi ujung tombak oasukan. Mereka pun duduk.
“Yang pernah meninggalkan shalat malam sejak balighnya silahkan duduk!” Tinggal sedikit yang masih berdiri dengan wajah yang sangat tegang, dada berdegup kencang, dan tubuh menggeletar.
“Yang pernah meninggalkan puasa Ayyamul Bidh, silahkan duduk”. Kali ini semua terduduk lemas. Hanya satu orang yang masih berdiri. Dia Sang sultan berdiri. Namanya Muhammad Al Fatih. Dan obsesi tujuh abad itu adalah konstantinopel yang akhirnya bisa ditaklukannya.

Sebuah konsistensi beribadah yang ditunjukkan oleh seorang Muhammadh Al Fatih yang membuktikan bahwa kekuatan ruhiyah bagi seorang pelaku dakwah sangatlah penting. Mungkin kita sering disibukkan dengan agenda kampus, agenda kuliah, dan agenda-agenda lainnya, mungkin pula kita sering merasa “kosong” saat menjalankan agenda-agenda tersebut. Evaluasi. Apakah kita sudah menjalankan ibadah dengan sepenuhnya hanya berharap padaNya? Apakah kita sudah cukup “kuat” dengan segala yang akan kita hadapi sedang ruhiyah kurang terupgrade? 

Semuanya terkait dengan niat, pun hadits arbain diawali dengan penjelasan mengenai niat. Mengutip tulisan Ustadz Abdurrahman Muhammad- Pimpinan Umum Hidayatullah, “Mari kita mulai periksa, setulus apakah niat kita saat memilih dakwah sebagai pilihan hidup? Betulkah niat kita semata-mata lillahi ta’ala? Benarkah niat kita untuk tujuan memajukan dakwah, beramal saleh, dan berjihad untuk mensejahterakan umat? Jika jawabannya positif, “Ya”, mengapa kita sering kelihatan loyo, kurang bersemangat, dan mudah menyerah? Mari kita periksa ulang, jangan-jangan yang bermasalah justru niat awal kita. “

Ya, ikhwahfillah.. Mari selalu perbaiki niat dan menjaga konsistensi dalam ibadah. Dan jangan lupa untuk saling mengingatkan! [imm]
source gambar:
http://www.zonu.com/images/0X0/2009-09-18-10149/Constantinople-Istanbul-Map.jpg 


Comments