24 Jam di Kota Tepian

Tour the Jungle by Roller Coaster
“Oh.. ini terminalnya..” saya berkata dalam hati. Ya, teman-teman, terminal bus di Sangatta seperti tanah lapang yang dijadikan tempat berhentinya bus. Hal yang membuat kami lebih terkejut lagi adalah bus yangakan kami tumpangi menuju Kota Tepian, Samarinda. Jangan bayangkan ada bus seukuran Mira, Eka, Restu, dkk. Yang ada, bus mini kalau menurut kami. Dan bus ini lah yang menemani perjalanan kami selama kurang lebih 4 jam, dengan medan yang nggak tanggung-tanggung. Saya menyebutnya sebagai jalur “roller coaster” terpanjang dan terlama durasinya yang pernah saya naiki. Dufan? Lewat jauh.....kurang jalur 360 derajatnya aja. Kenapa? Karena jalanannya benar-benar mirip jalur roller coaster. Naik turun, miring kanan-kiri, tanjakannyapun ampun-ampunan. Bus yang seharusnya sudah penuh tetap saja ditambah penumpang di bagian tengah plus barang bawaan yang nyempil di sela-sela ruang yang ada. Tambah panjang aja doanya...


Beberapa menit meninggalkan terminal, mulai terasa kejutan-kejutan lainnya. Jalan berlubang. Bisa dikatakan sepanjang Sangatta-Bontang jalanannya banyak yang rusak. Namun, kejutan yang luar biasa adalah saat memandang ke luar jendela. Hutan sejauh mata memandang. Subhanallah.... Allah sungguh Mahakaya dengan segal apenciptaannya. Mata yang sempet mau ngantuk, jadi merasa rugi kalau tidak menyempatkan melihat anugrah Allah yang membuat saya sangat bersyukur diberi segala kesempatan untuk menjejakkan bumi Allah di bagian sisi lain negeri ini. Itulah Taman Nasional Kutai Timur, atau terkenal dengan sebutan TNK.

Namun, ada beberapa bagian hutan yang terlihat “botak”. Dan menurut percakapan saya dengan salah satu mahasiswa kehutanan unmul, bahwa memang masih sering terjadi
illegal logging. Ditambah penambangan yang memerlukan waktu tidak sedikit untuk mengembalikan ekosistem yang telah terbentuk. Selain itu, memang kebanyanyakan tanah Kalimantan adalah tanah yang mengandung asam. Tak heran jika, masyarakat di sini “mengimpor “ sayuran dari pulau jawa. Namun, inilah Pulau Kalimantan yang sangat cantik dengan hutan yang membuat mata saya sulit untuk terpejam selama perjalanan. Serasa tour the junggle tapi naik roller coaster.

Samarinda, Kota Tepian (Tertib, Rapi, Indah, dan Nyaman)

Kota Tepian, saya kira karena ada sungai mahakam, jadi disebut kota tepian. Tapi ternyata saat pulang saya sempat membaca singkatan dari Tepian, tapi itu juga seinget saya. Karena bus yang saya naiki mulai ngebut di perbatasan. Selama di angkot, dalam hati saya berkata, “ketemu kota lagi”. Keadaan yang cukup kontras dengan Sangatta yang “damai”. Karena memang ibukota dari Kalimantan Timur, maka tak heran jika Samarinda adalah kota yang “hidup”. Ada kemacetan, kendaraan berlalu-lalang, pert
okoan bertebaran, dll. Setelah kira-kira hampir tiga pekan “nggak turun gunung”, itulah perasaan yang pertama kali muncul. Tujuan pertama kami, tentu rumah saudara-saudara Pusdima-Unmul.

Selama kira-kira 24 jam di Samarinda, kami baru sempat mengunjungi beberapa tempat. Citra Niaga, Isla
mic Center, Tepian Mahakam, dan Universitas Mulawarman. Citra Niaga, tentu buat beli oleh-oleh. Mirip pasar seni Sukowati di Bali kali ya? Tapi lebih luas, intinya sih jual oleh-oleh khas Samarinda. Islamic Center, subhanallah... ada bangunan seperti ini. Dan lagi-lagi saya banyak bersyukur karena diberi kesempatan untuk masuk dan shalat di sana. Indah sekali, dengan menara 99 (Asmaul Husna) dan ornamen lainnya sebagai pendukung bangunan utama. Tepian Mahakam, sungai mahakam itu luas sekali (ternyata), di sini pula kami menemukan penampakan barge (Tongkang) yang sedang di tarik oleh tug boat untuk menuju kapal pembeli batubara. Satu lagi, makanannya lebih murah dari Sangatta, inilah yang kami rindukan dari kawasan mahasiswa. Sempet gembira dengan harga yang disebutkan oleh kawan-kawan unmul ketika kami makan di jalan pramuka. Karena hari-hati ayyamul bidh, jadi hanya sempat sekali mencicipi makanan di Samarinda.

Pusat Studi Mahasiswa Universitas Mulawarman, Bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah

Di sebuah masjid bernama Al-Fatihah inilah saya merasakan syuro’(rapat) untuk pertama kalinya setelah hampir tiga pekan tidak ada agenda syuro’. Hampir sama dengan yang ada di JMMI, hijab, tilawah, taujih, absensi, agenda. Segera saja, saya teringat “saudara-saudara” yang saat itu mungkin juga sedang berada di bumi Allah yang berbeda dengan saya. Di Surabaya dengan kehebohan Salam dan RDK, di tempat KP masing-masing dengan “dunia nyata” yang harus dihadapi, dll. Apa kabar saudara-saudara?

Unmul, saat pertama kali masuk, jadi teringat Universitas Muhammadiyah Malang(UMM) karena naik turun. Saat mengamati jalannya mirip dengan Universita Negeri Malang(UNM). Begitu lihat masjidnya mirip dengan bangunan masjid UPB di kawasan keputih. Tapi setelah menyadarkan diri, saya benar-benar di Unmul. Lanjut ke Pusdima. Pusdima merupakan LDK (Lembaga Dakwah Kampus) di Unmul, insyaAllah tahun ini genap 28 tahun sejak mula berdiri. LDK ini “mengayomi” sekitar 14 LDF (Lembaga Dakwah Jurusan) plus datu LDF yang sedang dalam penataan. Total ada 15 LDF dari 17 jurusan yang ada. Hampir sama dengan JMMI, selain departemen Pusdima juga memilii 2 BSO. Yaitu Badan Praktikum Agama Islam dan LBB Alif (maaf kalau salah dalam hal penyebutan nama). Ketua umumnya merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2008 dan ketua kemuslimahannya adalah mahasiswa FKIP angkatan 2007. Beliau dan beberapa temannyalah yang menjadi saudara saya selama di Samarinda. Terimakasih atas jemputan, tebengan, nunutan, makanan, dll yang telah diberikan. Semoga di lain kesempatan dipertemukan lagi, karena Allah.[imm]

Comments