Ayah Punya Caranya Sendiri dalam Mencintai Kita*




Di salah satu ruang rumah sakit, Malang. Selama saya tumbuh dewasa belum pernah sekalipun Bapak menangis di pundak saya. Dan mungkin kali itu pertama bagi saya. Saat beliau mungkin tengah resah dengan apa yang harus dilakukan selanjutnya, apa yang akan beliau berikan pada saya dan istrinya. Masa-masa sulit, dan saat itu saya meneguhkan diri, tidak boleh menangis. Saya hanya mendengarkan bapak mengucap beberapa patah kata, sambil sedikit terisak. Itulah bapak, cara mencintai yang berbeda dengan yang dilakukan ibu. Yang mungkin sampai kini pun masih berusaha memahami cara beliau mengungkapkan kata, nasehat, dan sikap. Itulah bapak.

Sampai kemarin, dipertemukan dengan sebuah majalah tarbawi (lagi-lagi) yang merupakan edisi khusus berjudul “Ayah Punya Caranya Sendiri dalam Mencintai Kita”. Sebuah bahasan mengenai ayah, bapak, papa, apapun anda memanggilnya.

“Sebab ayah kita sering ‘mendefinisikan dirinya justru tanpa definisi’. Ayah kita menjelaskan dirinya seperti apa adanya dia, melalui keseluruhan hidupnya yang ia berikan untuk kita. Tanpa banyak kata keterangan, tanpa banyak tafsiran, tanpa banyak lampiran. Itulah yang disebut dengan “Cara ayah kita mencintai kita.””

“Ada banyak makna yang tersembunyi dibalik sikap diam seorang ayah, ada semangat dan tanggung jawab, ada kerisauan, ada kecewa, ada amarah yang sengaja diredam, dan ada banyak lagi yang lain. tapi apapun makna yang bisa kita simpulkan, selalu pelatuknya adalah cinta. Ayah meredam amarahnya karena cinta. Ayah bangga dan hidupnya selalu bersemangat juga karena cintaNya. Cinta kepada kita, anak-anaknya. Dalam diam-diam itu.”

“Ingatkah kita dibalik ketegasannya ada banyak cerita heroik yang ia bagikan agar kita belajar. Di balik keseriusannya, ada kisah lucu masa remajanya yang ia ceritakan hingga membuat seisi rumah tertawa. Dibalik kesibukannya, ia sempatkan mengantarmu pergi sekolah. Sebagai keakuannya sebagai ayah, ia sempatkan mencium keningmu di tengah malam, tanpa engkau pernah tahu dan sadar.”


*Tarbawi Edisi Khusus

Comments