Pertama Kali untuk yang Ketiga Kalinya



Sore-sore duduk di sebuah bangku panjang, memandang kesekeliling yang kondisinya bisa dibilang jauh berbeda dengan desaku, pun kawasan ITS. Kawasan padat penduduk, rumah-rumah berkembang ke atas, karena tak ada lahan lain di kanan-kiri mereka. Sambil menunggu, aku hanya memandang beberapa bangunan yang sebenarnya rumah biasa, tapi ada tambahan tulisan “karaoke” di depannya. Kalo biasanya kita melihat tumpukan tempat air mineral atau teh botol, yang sering kulihat disana adalah tumpukan tempat botol minuman keras.

Masih dengan suara musik yang sama dengan beberapa tahun lalu saat pertama kali kesana. Ya, ini ketiga kalinya aku merasa pertama kali di kawasan itu. Belum banyak berubah sejujurnya. Namun, setelah tiga kali lebaran tiga kali puasa belum berkesempatan kesana, membuatku merasa “pertama” lagi. Sempat nervous saat mau kesana lagi. Masih meraba, apakah mereka masih mengingatku? Apakah mereka masih sama dengan yang kukenal dulu?

Dan ternyata, mereka tetap berlarian sambil berteriak “kakak”. Haru. Rindu. Ya, hanya itu yang tergambar saat tangan-tangan mereka mulai menyalami tanganku. Subhanallah, masih ingat. Mereka belum lupa dengan namaku.

Tapi sayang, saat itu ada sebuah janur melengkung plus panggung yang menghentikan langkah mereka menuju taman baca. Ya, mereka berhenti di panggung yang konon malam itu akan digunakan untuk pertunjukan orkes. Sempet merasa aneh juga, kenapa masih ada orkes kalo setiap hari juga sudah ada “orkes” gratis bagi pendengar yang kebetulan lewat. Apa nggak saingan sama “orkes” yang ada di rumah-rumah?

Kami dan beberapa adek menuju taman baca, meskipun banyak yang nyangkut di tempat orkes, kami tetap pergi ke taman baca. Mau lihat taman baca yang katanya direnovasi, batinku. Dan benar, taman baca terlihat lebih rapi dan berwarna. Ruang yang ukurannya mungkin tak selebar kamar asramaku itu lebih tertata kini. Cat tembok terlihat baru ditambah dengan gambar kartun yang membuatnya tambah berwarna. Di ruang samping juga terlihat televisi, kipas angin dan buku yang lumayan tertata. Benar-benar renovasi.

Saat menunggu adek-adek yang sibuk dengan aktivitasnya, sempat membuka buku yang merupakan kumpulan foto panti asuhan yang diambil gambarnya oleh penghuni panti asuhan itu sendiri. Ya, anak-anak. Merindukan suasana bermain bersama mereka. Yang kini intensitas untuk berinteraksi dengan anak-anak bisa dibilang sangat jarang. Tingkah mereka dalam foto benar-benar menunjukkan, “ini dunia saya”. Dunia anak-anak yang lagi-lagi hidup dizaman yang sama namun dengan kondisi yang berbeda. Kemana saja saya selama ini.

Melalui gang ini, terlihat biasa di siang hari. Entah kalau malam hari. Belum berniat mencoba lewat di gang itu malam hari. Teringat salah satu topik utama di majalah suara hidayatullah beberapa waktu lalu. Tentang penutupan kawasan ini. Hal yang pernah dilakukan oleh Gubernur Sutiyoso saat menutup Kramat Tunggak dan menjadikannya Islamic Center. Tentu ada pro dan kontra dalam penutupan lokalisasi ini. Ada yang berpendapat bagus, karena lahan yang luasnya beberapa hektar itu kini telah menjadi tempat yang dikunjungi karena orang-orang beribadah. Bukan untuk melakukan hal yang “tidak2”. Namun disisi lain, ada yang berpendapat bahwa sekelompok pekerja yang belum mendapat pekerjaan atau tidak mau beralih pekerjaan justru berkeliaran di seantero Jakarta untuk mendapatkan uang. Padahal dulu kawasan Kramat Tunggak ini dibuat konon untuk mengumpulkan mereka dalam sebuah daerah, supaya tidak “menjajakan” diri di jalanan. Kabarnya hal ini dilakukan oleh Gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin, yang terinpirasi dengan sebuah kawasan lokalisasi di Thailand.

Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam data lokalisasi di Surabaya, ternyata dolli bukanlah kawasan terluas. Masih ada kawasan lain (lupa namanya) dengan luas dan jumlah pekerja yang lebih banyak. Adakah solusi konkrit ? Adakah yang menaruh impian untuk kawasan ini?

Pertama kali untuk ketiga kalinya, semoga pembinaan ini tidak putus. Selamat berjuang, bagi pejuang yang istiqomah disana. Mohon selalu diingatkan. [imm]

Comments