Ruhiyah Terjaga = Obat Kelelahan Jiwa + Kematian Hati


Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi. Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri. ( Ust.Rahmat Abdullah)

Banyak hal yang kita alami saat harus mengarungi luasnya semesta Rabb ini. Termasuk amanah yang terkadang membuat raga kehabisan energi, pikiran mulai meredup, dan bisa jadi kelelahan jiwa. Sehingga tak jarang segala yang kita lakukan penuh dengan keluhan dan gerutuan yang seharusnya tak perlu untuk diucapkan.

Kesibukan sering menjadi alasan untuk tidak mengerjakan ibadah sunah bahkan wajib. Padahal bisa kita ingat sahabat-sahabat rasul, dengan segala amanah yang mereka emban, tak pernah ada kelelahan jiwa yang melanda. Bisa dibuktikan dari berbagai ibadah yang tetap mereka lakukan ditengah badai kesibukan yang tentunya berlipat ganda dari hal-hal yang sering kita sebut “kesibukan”.Saat jiwa mulai terasa lelah, jangan menyandarkannya pada tembok yang rapuh. Sandarkanlah kepadaNya.

“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”( Al Ikhlas:2)

Kekuatan ruhiyah adalah hal terpenting ketika jiwa haus dengan kemurnian. Karena hanya dengan menjaga ruhiyah maka akan terbentuk jiwa yang kuat untuk menghadapi segala yang ada di jalan terjal ini. Entah hal-hal internal dalam diri yang membutuhkan peperangan dengan nafsu kita sendiri maupun hal eksternal yang banyak membutuhkan fisik dan pemikiran untuk menunjangnya. Namun. selama jiwa masih berisi kantong-kantong amalan kepadaNya, maka kelelahan fisik dan pikiran mampu diselesaikan.Selain itu keutamaan menjaga ruhiyah adalah sebagai bukti kecintaan dan ketundukan seorang hamba terhadap Tuhannya.

Abdullah Nashih Ulwan menasihati kita tentang pentingnya ruhiyah :
“ Ketika jiwa seorang da’i telah sepenuhnya bertakwa kepada Allah, merasakan muraqabah dan keagunganNya dalam hati,rutin membaca Al-Qur’an dengan tadabur dan penuh kekhusyukan, menyertai nabi dengan berqudwah kepadanya,menyertai orang-orang yang saleh yang bermakrifat kepada Allah dengan menimba berbagai hikmah dan kebaikan dari mereka, berzikir kepada Allah secara continue untuk menambah keteguhan dan ketenangan, selalu melakukan ibadah nafilah untuk mendekatkan diri dan menambah kekhusukan. Apabila seorang telah memiliki itu semua, maka ketika berbicara atau berkhutbah atau mengajak ke jalan Allah, niscaya akan anda temukan keimanan memancar dari kedua bola matanya, keikhlasan tampak jelas menghiasi raut mukanya, dan kejujuran terus mengalir bersama kelembutan suaranya, ketenangan iramanya, serta isyarat-isyarat tangannya....”

Jangan tunda untuk mulai mengisi kantong-kantong ruhiyah yang semakin berkurang karena menjalankan segala aktivitas. Tetapi mulailah mengisi kantong-kantong yang semakin berkurang isinya karena kita mencintaiNya. Karena pengharapan ridhoNya.

Kematian adalah sesuatu yang pasti terjadi, namun sebelum adanya kematian tersebut kita harus mampu menjaga diri dari kematian hati yang akan berdampak luar biasa dalam kehidupan. Bayangkan ketika kita memiliki raga namun hati kita mati. Tak ada suatu kenikmatan dalam beribadah, tak ada kejernihan dalam mencintaiNya, tak ada kesejukan ketika dibacakan ayat-ayatNya, tak ada irama dalam setiap nada aktivitasnya. Mari bersama menjaga cinta untukNya, menjaga ruhiyah dengan ketaatan padaNya sehingga kematian hati tidak menghampiri cercah kanvas kehidupan kita. [imm]

*Artikel pertama di manazine,ingatkah? merindukan saat-saat itu...

Comments

Anonymous said…
Terima kasih atas tulisannya. Barokallohu fiik