Dedikasi untuk Dunia


“Suatu saat dompet dhuafa ini harus jadi ekstrakurikuler internasional seperti pramuka, PMI, dll”, ujar bapak Ahmad Juwaini dengan penuh motivasi pada kami, manajemen daerah yang menjadi “bagian kecil” dari visi besar yang dibawa Dompet Dhuafa.

Subhanallah.. sungguh memotivasi, dengan kemampuan menyampaikan visi dan capaian selama ini, sangat terasa kualitias kepemimpinan bapak Ahmad Juwaini yang merupakan pemimpin dari salah satu badan pengelola zakat nasional. Bukan sekedar mimpi, namun dengan kesungguhan Dompet Dhuafa sudah banyak berkiprah dalam dunia internasional. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya lembaga nirlaba ini di beberapa negara di luar Indonesia secara resmi. Seperti Jepang, Hongkong, dan Australia. Apakah lembaga ini berdiri begitu saja? Tentu tidak, pak Erie Sudewo sebagai salah satu pendirinya berujar bahwa lembaga ini dibangun dari satu rumah ke rumah lain, dari satu orang-ke orang lain. Bukan proses instan yang mampu membuat lembaga ini banyak berkontribusi pada masyarakat. Tapi sebuah proses yang saya yakin penuh dengan tantangan untuk “memperjuangkan” masyarakat yang memang “layak untuk diperjuangkan”.

DD atau Dompet Dhuafa juga disingkat Dedikasi untuk Dunia oleh pak Ahmad Juwaini. Poin yang saya ambil adalah think globally, act locally. Berpikir dan bervisi untuk dunia dan diterapkan pada masyarakat kita. Ya, sudah saatnya kita berpikir dan bervisi kemenangan umat Islam di dunia. Sekali lagi, DUNIA. Dan kita terjemahkan pikiran dan visi kita pada daerah sekitar kita. Kampus kah, kampung kah, dll. Yang jelas, bukan saatnya kita berpikir hanya untuk wilayah yang sempit apalagi hanya untuk diri kita sendiri. Saatnya mengelola kapasitas kita menjadi kapabilitas untuk perbaikan dunia. Seperti yang dipaparkan pak Erie Sudewo dalam bukunya Character Building, mengenai kapabilitas, “Kapabilitas adalah kemampuan memanfaatkan apa yang dimilikinya. Orang yang tanggung jawabnya besar,itu bekal jadi profesional andal. Siapa yang egonya rendah dan bervisi, punya bakat untuk jadi pemimpin yang baik. Yang egonya rendah, pasti tidak tamak dan tidak jahat. Yang visinya besar, selalu pertimbangkan sisi baik buruk untuk kemaslahatan ke depan. Maka bergabungnya kerendahan hati dan visi, jadilah sebuah episode yang penuh hikmah bermoral” (halaman 29)

Sebuah kutipan kalimat yang sekarang sering terngiang di telinga. “Bukan karena tidak ada pilihan lain maka saya memilih pilihan ini, tetapi karena saya telah yakin dengan apa yang menjadi pilihan saya ini merupakan pilihan terbaik”. To be continued...[imm]


Comments