Disiplin


“Injury time..lima menit lagi imsak..”teriak ku sambil sibuk mengalirkan air ke dalam tempat minumku.

Ya, pagi ini atau dini hari ini lebih tepatnya, terjadi kehebohan (lagi-lagi). Kali ini tentang sahur yang mepet bener sama imsak. Karena sekarang giliran kami memasak, jadilah semalam sebelumnya dek nikmah membeli bahan simple dan khas anak kos sekali. Mie telur. Tapi bukan mie instan lho. Jadi bumbunya bikin sendiri (ngeles aja, padahal juga intinya mie...). Karena bangun yang lumayan telat untuk petugas yang seharusnya memasak untuk sahur, jadilah kami berdua kebut-kebutan masak mie goreng dan telur, dan nasipun tertinggal karena waktu yang tidak memungkinkan untuk menunggu nasi matang.

The power of mepet, udah pada dibangunin dari jam setengah empat tetep aja terbangun beberapa menit sebelum imsak. Akhirnya, dengan semangat empat lima enam tujuh delapan dan nafas yang tertahan kami bisa melunaskan makan sahur yang sederhana dan dibikin secara kebut-kebutan itu. Tetapi setelah itu kami semua tersenyum (tertawa lebih tepatnya).


Beberapa hari yang lalu, saat sosialisasi 5R begitu berdengung di telinga, dengan mata yang berbinar melihat barang-barang yang sudah tak terpakai, kami coba meringkas apa saja yang bisa diungsikan ke tukang loak. Bayangan rupiah pengganti barang tak terpakai pun sudah di depan mata. “Lumayan, bisa beli beras buat piket masak”, kata saya saat itu.

Beberapa program sudah diterapkan, beberapa sudah dievaluasi, dan beberapa lagi menunggu untuk dieksekusi. Satu kata, disiplin. “Disiplin diri itu seperti otot. Semakin kita melatihnya, semakin kuat kita. Semakin kita tidak melatihnya, semakin lemah kita” (kumpulan wejangannya KH Imam Zarkasyi). Disiplin pula menjadi salah satu karakter dasar yang baik dalam buku Character Building karya Pak Erie Sudewo. Inilah yang harus lebih ditingkatkan dan ditegaskan lagi, seberapa disiplin kita terhadap diri sendiri. Karena tak jarang, kita terlalu “berbaik” diri pada diri sendiri, seolah “hanya segitu saja yang dapat kita lakukan”

Teringat salah satu petuah Kyai di Negeri Lima Menara, kita harus bisa going to the extra miles. Kalau dinovel tersebut dijelaskan, bahwa kita harus bisa berusaha lebih keras dari orang lain. Ketika orang lain terbangun jam 5 pagi misalnya, kita harus bisa bangun lebih awal, jam 3 pagi mungkin. Dengan bangun lebih awal pastinya ada banyak hal yang bisa kita lakukan.

Iqob, punishment, denda, dll bisa dibilang sebagai salah satu pemacu kita dalam berdisiplin. Tapi yang paling bisa mendasari perubahan itu adalah motivasi diri. Dalam salah satu buku pendidikan anak (saya lupa judulnya dan redaksinya) disebutkan bahwa anak-anak akan lebih senang dimotivasi dan diberi dorongan untuk lebih baik dan maju, bukan diberi ancaman atau hukuman. Anak-anak saja lebih suka diberi motivasi daripada hukuman, begitu juga dengan kita.

Sebagai lecutan semangat untuk saya sendiri, dan adek-adek tentunya. Ayok-ayok saling menumbuhkan! [imm]
*buat yang masih sayang banget sama kasurnya, hayooo..lebih disiplin lagi (lirik kamar sebelah ^^)


Comments

Marsha Alviani said…
hhaha i really remember about that situation mbak.
"lirik kamar sebelah" what it means?
haha
Immash said…
i think you know what i mean sist. ^^