Karakter


“Asrama itu sebagai pusat pembanguan karakter, rugi dong sudah membayar beberapa ratus ribu, tapi tidak ada perbedaan yang signifikan dengan kos biasa”ujar Pak Darmaji yang merupakan salah satu tim pendidikan karakter ITS sekaligus pembina Tim Pembina Kerohanian Islam.

Pemaparan Pak Darmaji mengenai asrama dan etika pergaulan dan berpakaian menjadi bagian terakhir dari penjelasan pembentukan karakter CAK pada mahasiswa ITS. Ya, Arek ITS CAK menjadi jargon ITS sekitar tahun 2009. Dari sinilah tim pendidikan karakter ITS ingin membentuk karakter kita sebagai mahasiswa ITS tentunya.

Beberapa hari sebelumnya, masih terngiang saat saya mengikuti mata kuliah Etika Profesi dengan dosen Pak Arif Djuanedi, bahwa hal-hal yang mungkin selama ini kita anggap kecil namun dilakukan secara teratur bisa menjadi karakter diri. Dan , karakter muncul lagi dalam pembukaan kuliah kami pagi itu.

Hari ahad atau satu hari sebelum kuliah Etika Profesi, kami yang sempat berkunjung ke pesantren Basmala juga diingatkan akan pembangunan karakter melalui pesantren atau di Universitas Negeri Semarang dikenal dengan nama rumah prestasi. Sungguh luar biasa pembinaan yang dilakukan melalui kos-kosan yang disulap menjadi kawasan pesantren yang menyatu dengan masyarakat. Salah satu pembina menyebutnya The Little Madina. Karena masing-masing rumah prestasi memiliki nama sesuai dengan nama sahabat nabi yang hidup bersama beliau dulu.

Dan ketika mengingat rakernas di lembang, saya kembali pada agenda diskusi dari pagi sampai siang mengenai pembangunan karakter bersama Pak Erie Sudewo yang merupakan pendiri Dompet Dhuafa dan penulis buku Character Building. Banyak hal yang disampaikan mengenai karakter. Sangat penting bagi kami yang sering bersentuhan dengan pendidikan karakter , terutama pengawalan terhadap pembangunan karakter etoser dalam asrama.

Dalam makalah yang berjudul Pendidikan Karakter : Penting, tapi Tidak Cukup, Dr. Adhian Husaini menulis :

Terlepas dari perdebatan konsep-konsep pendidikan karakter, bangsa Indonesia

memang memerlukan model pendidikan semacam ini. Sejumlah negara sudah mencobanya.

Indonesia bukan tidak pernah mencoba menerapkan pendidikan semacam ini. Tetapi, pengalaman menunjukkan, berbagai program pendidikan dan pengajaran – seperti pelajaran Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara (PPKN), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), – belum mencapai hasil optimal, karena pemaksaan konsep yang sekularistik dan kurang seriusnya aspek pengalaman. Dan lebih penting, tidak ada contoh dalam program itu! Padahal, program pendidikan karakter, sangat memerlukan contoh dan keteladanan. Kalau hanya slogan dan ’omongan’, orang Indonesia dikenal jagonya!


Ya, teladan. Semua dibangun dari keteladanan. Dan keteladanan itu harus dibangun dari diri sendiri. Jangan berharap pembangunan karakter ini akan berjalan mulus tanpa adanya kesadaran untuk membangun karakter diri sendiri. Teringat yang disampaikan saat sempat main ka Kandang Jurang Doank nya Dik Doank, bahwa untuk membentuk karakter bisa dimulai dari hal yang kecil. Kalau Dik Doank, konon memulai dengan karakter membuang sampah pada tempatnya. Hal ini bisa dilihat di lingkungan Kandang Jurang yang bersih, selain itu, dilain kesempatan Dik Doank juga pernah mempraktekannya langsung saat mengisi sebuah pembukaan taman baca. Saat pembicara lain sibuk menerangkan rencana-rencana strategis yang mungkin tidak dipahami oleh peserta, Dik Doank menugaskan peserta pembukaan untuk melihat sekelilingnya dan bersama mengumpulkan sampah yang berserakan.


Karakter, harus dimulai dari diri sendiri untuk mau berubah lebih baik. Tim pendidikan karakter ITS dengan CAK nya, Pak Erie Sudewo dengan sifat dasar yang unggul, pesantren basmala dengan rumah prestasinya, Dik Doank dengan Kandang Jurangnya, Pak Arif Djunaedy dengan ketepatan waktunya, asrama etos dengan 5Rnya, dll. Semuanya bermuara pada pembangunan karakter yang seharusnya membangun bangsa lebih baik. Dan semuanya dimulai dari diri anda! Semangat membangun karakter diri! [imm]

Comments