Menjadi Sebaik-Baik Perhiasan


Tulisan beberapa bulan lalu, saat keputrian mau bikin buku muslimah, buku yang isinya inspiratif InsyaAllah, tapi kapan ni dipublish ya?
kenapa tiba-tiba muncul di blog? salah satunya karena untuk menambahkan bahwa melalui  kerohanian Islam entah itu di SMA maupun kampus, insyaAllah membuat saya 'bangun cinta' kepadaNya. Menambah hal positif dalam hidup kita tentunya. ^^
========================================================================
Mahasiswa tingkat akhir, sekarang. Ternyata cepat sekali berlalu. Tahun 2012 (insyaAllah), status mahasiswa sudah berganti dengan status lainnya (dalam hati meng-amin-i keras-keras). Fase berikutnya siap dijalankan, meninggalkan fase yang pastinya penuh pembelajaran.

Saat mematut diri di cermin, kadang sempat berpikir, sapa tuh yang di cermin? (alay mode:on). Mungkin saya yang sekarang dan saya beberapa tahun lalu bisa dibilang berbalik 180o.
Pertama kali memakai kerudungpun banyak teman-teman SMA yang heboh. Kenapa? Karena bisa dibilang, saya termasuk golongan “perempuan maskulin” yang bukan “rok-er”. Alias jarang dan merasa aneh saat mengenakan rok diluar seragam sekolah. Dulu, berniat mengenakan kerudung saat sudah menikah aja lah, lama-kelamaan targetnya mundur. Pake kerudung pas kuliah aja lah. Tapi karena hidayah Allah, akhirnya saya mengenakan kerudung saat kelas 2 SMA.

Apa yang mendorong saya mengenakan kerudung? Saya juga bingung, mungkin karena teman-teman dekat mulai mengenakan kerudung saat kelas 1 SMA dan enak aja dilihatnya. Akhirnya, setelah berkonsultasi dengan orang tua, teman dekat, dan saudara, pada hari rabu kalau nggak salah saya mulai mengenakan kerudung ke sekolah. Reaksi teman-teman? Alhamdulillah pada bersyukur akhirnya saya “sedikit” memiliki sisi ke-feminin-an. Hehe

Perjalanan pun dimulai, meskipun sudah mengenakan kerudung, pakaian saya masih “standart” kayak biasanya. Kaos, celana cargo, kerudung juga nggak memenuhi standart syar’i. Seiring umur yang bertambah, saya diajak teman saya yang aktif di SKI (Sie Kerohanian Islam )SMA untuk mengikuti salah satu kegiatan kaderisasinya. Tapi karena saya sebenarnya bukan anggota SKI dan sudah usia panitia, jadilah saya magang jadi panitia. Karena sebenarnya acara ini buat adek-adek angkatan di bawah kita. Selepas dari study tour SMA, bergabunglah saya dengan kepanitiaan tafakur alam. Acara ini memang sengaja diselenggarakan di luar kota dan dekat dengan alam.

Acara pertama yang membuat saya “bangun cinta” pada jalan ini. Di acara tersebut mewajibkan peserta mengenakan rok sepanjang hari, peserta aja pake rok masa’ panitia pakai celana. Panitia otomatis juga diwajibkan mengenakan rok. Mungkin ini pengalaman awal saya mengenakan rok. Sepertinya saat itu saya hanya memiliki 2-3 buah rok. Dan pengalaman pertama juga seharian mengenakan rok. Subhanallah...terimakasih ke teman saya yang mengenalkan saya pada jalan ini. Mulai dari situlah saya membeli beberapa rok atau memakai rok punya ibu yang sudah tidak dipakai lagi. “tuntutan usia” mungkin pikir saya kala itu, saat saya mulai suka mengenakan rok dan memperbaiki kerudung yang saya kenakan.

Memasuki masa akhir SMA, karena banyak waktu kosong, akhirnya saya habiskan dengan membaca buku dan artikel islam. Yang sebelum-sebelumnya jarang bahkan tidak pernah saya baca. Mengingat hobi saya dulu cuma membaca novel, komik detektif dan misteri, majalah remaja, dll. Allah semakin mendekatkan saya denganNya. Karena mau menghadapi ujian yang cukup besar kali ya, jadi momen saat itu sangat tepat. Momen perubahan yang luar biasa. Allah menguji saya dengan tidak diterimanya saya dibeberapa perguruan tinggi yang saya inginkan. Sampai akhirnya ITS lah yang menjadi tempat terbaik bagi saya.

Ketika memasuki dunia kampus, hal yang cukup mengherankan bagi saya adalah meskipun belum mengenal “pembinaan”, saya sudah mewajibkan diri sendiri untuk mengenakan rok dan kaos kaki setiap keluar dari kos. Mungkin karena pengaruh teman di SMA saya yang biasanya mengenakan rok dan kaos kaki untuk menutup aurat. Akhirnya, “terjebaklah” saya dalam aktivitas mentoring. Subhanallah, lagi-lagi Allah mendekatkan saya padaNya. Awalnya saya merasa ingin cepat berakhir, karena dengan berakhirnya mentoring maka hilang kewajiban tiap pekan untuk mendengarkan mentor menjelaskan materi. Namun, lagi-lagi saya “terjebak”, setelah mentoring wajib, saya mulai menikmati ritme mentoring lanjutan. Murabbi yang sabar dan pandai menyampaikan materi serta teman sekelompok yang menyenangkan  menambah semangat saya untuk menggali ilmu agama lebih dalam. Lagi dan lagi, Sang Sutradara benar-benar memiliki skenario terbaiknya. Saya mulai dikenalkan dengan Jama’ah Masjid Manarul ‘Ilmi. Melalui Program Studi Islam 1, saya berkenalan dan bertemu dengan muslimah dari berbagai jurusan. Dan tentunya mereka semua adalah “rok-er”, karena memang kewajiban peserta untuk mengenakan rok di sepanjang acara. Saya yang saat itu sama sekali tidak mengenal apa itu ukhuwah, merasakan benar persaudaraan antara kami yang erat meski hanya beberapa hari. Puncaknya tentu saat outbond, tenaga, tawa dan ukhuwah benar-benar menghidupkan hari itu. Sampai sekarangpun saya masih bisa merasakan manisnya kebersamaan dengan akhwat 2008 peserta PSI 1.

Apa yang saya bayangkan ternyata meleset, awalnya saya mengikuti PSI bukan karena ingin masuk JMMI, melainkan mengisi waktu sebelum masuk kuliah. Tapi kertas magang yang diberikan pada saya membuat kegalauan tingkat tinggi. Akhirnya saya putuskan media sebagai tempat magang di JMMI. Di sanalah saya dikenalkan dengan orang-orang media yang luar biasa. Dari sanalah kebiasaan menulis itu tumbuh, dari sanalah saya mulai mencintai media dan bermimpi memiliki sebuah perusahaan media yang bisa menandingi  media mainstream yang menyebarkan perang pemikiran pada penikmatnya. Namun, meski sudah mentoring lanjutan dan magang di JMMI, saya masih kerap bandel dan belum memahami esensi pulang kurang dari jam 9 malam.

Berdalih karena tugas, kebutuhan kuliah, dan lain-lain saya masih melegalkan diri sendiri untuk pulang lebih dari jam 9 malam. Namun setelah berdiskusi dengan salah seorang akhwat, saya mulai menyadari pentingnya muslimah pulang tidak larut malam. Dari sanalah saya menganggap pulang kurang dari jam 9 malam merupakan kebutuhan bagi diri saya sendiri, bukan karena sistem atau orang lain.
Kini, saat mematut diri di cermin (lagi-lagi), saya sangat bersyukur dengan rencana yang telah diberikan Allah dalam kehidupan saya.

“....Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui...” (QS Al Baqarah:216)

Benar-benar Allah Mengetahui yang terbaik bagi hambaNya. Bagaimana tidak, kalau diingat-ingat lagi saat zaman jahiliyah, benar-benar  nggak pernah terpikirkan bagi saya untuk melihat bayangan saya yang ada di cermin. Saat “hal-hal ekstrem” masih bersahabat dalam kehidupan saya dulu, terbang pake paraisailing, nyebur ke laut, berada di hingar-bingarnya konser musik yang penuh dengan asap, air kali dan keringat. Horor bener dah.

Kini, sedang berada dalam sebuah jama’ah yang insyaAllah saling menumbuhkan. Menumbuhkan kecintaan pada Rabb, menumbuhkan kecintaan pada RasulNya, menumbuhkan kecintaan pada kemuslimahan, menumbuhkan kecintaan pada sesama muslim.
Muslimah, ayok segera “muslimahkan” diri Anda. Kerudung sebagai identitas spesial yang telah diatur oleh Al-Qur’an dalam surat An-Nur: 31
“...Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya..”
Mari menjadi sebaik-baik perhiasan dunia dengan menjadi wanita sholiha. Bismillah..mantapkan niat untuk membuat bidadari cemburu. [imm]

Comments