Menu 'La Tahzan'



Menu La Tahzan hari ke empat : nasi goreng, tempe mendoan, soto ceker, perkedel kentang, kerupuk, teh jahe. 

Semuanya cukup Rp 18.000 untuk lima orang dan tiga kali makan. Itu udah kelebihan Rp 6000 dari jatah yang sesungguhnya Rp 12.000. Setelah cukup berpikir keras sebelumnya, nyerah juga dengan kelebihan Rp 6000, karena ada beberapa bahan pelengkap yang harus dibeli.

 Apa itu menu la tahzan? Berawal dari keinginan untuk menghemat dan menambah keterampilan dalam mengolah sesuatu, akhirnya kita berlima sepakat untuk mulai piket masak setiap hari. Semester lalu sebenarnya sudah dimulai, tapi tidak dilaksanakan setiap hari. Hanya tiga kali sepekan kita memasak. Tidak untuk tiga kali makan, tapi untuk sekali makan saja. Lumayan berjalan di awal, tapi harus mulai berguguran di tengah. Kenapa la tahzan? Karena apapun rasanya, kita nggak boleh sedih. Hehe. Lanjutkan makan dan memperbaiki menu. ^^ Bagaimana dengan menu la tahzan semester ini? Semoga tetap istiqomah sampai nanti.

 Ada sebuah euforia menu saat kami berkumpul, mulai dari menyusun menu, memperkirakan harga, bahan yang akan dibeli, sampai bertukar resep masakan. Sebuah pembelajaran yang saya yakin akan sangat berguna suatu saat nanti. Mungkin satu tahun, dua tahun atau tiga tahun lagi. Sempet nyeletuk saat kesulitan beli bahan dengan Rp 12.000, “waduh, susah juga ni kalo uang belanja Rp 12.000 buat tiga kali makan lima orang...”. Dek Dessy menimpali, “Belajar ngirit mbak, ntar kalo dapet jatah uang belanjanya segitu gimana? Harus jadi ibu yang kreatif”. Ada banyak hal lain juga yang mungkin sudah pernah saya sampaikan, jadi seorang ibu itu begitu istimewa. Baru masak aja udah capek, belum ditambah agenda bersih-bersih rumah, bersih-bersih baju, dll. Jadi kerasa kalau ibu-ibu kita yang ada di rumah juga berjuang untuk stabilitas rumah, penghargaan luar biasa untuk beliau yang sudah sabar mengerjakan semua hal untuk keperluan keluarga.

 Hal lain yang saya dapat lagi pekan ini adalah, apapun amanahnya, meskipun kita menganggapnya kecil, sesungguhnya tidak ada ‘amanah kecil’ dalam hidup kita. Jadi ketika kita menganggap suatu amanah itu kecil, jangan sampai dilupakan atau dibiarkan, tapi tetap dikerjakan untuk kebaikan bersama. Mungkin membuang sampah, sapu pel, menguras kamar mandi, mengisi kajian pagi itu ‘tidak dianggap’ sebesar amanah kita di kampus, entah jadi staf ini, jadi pengurus itu, dll. Tapi dari hal-hal ‘yang dianggap’ kecil itulah kita banyak belajar. Bagaimana bisa menjalankan amanah dengan sebaik-baik yang kita bisa. Bagaimana bisa menjaga interaksi dengan orang yang tinggal serumah. Bagaimana menjaga kesehatan bersama. Dan tentunya membuktikan sebesar apa komitmen kita untuk selalu memperbaiki diri dan orang lain. 

 Sipp... semoga istiqomah ya adek2, muslimah pembangun peradaban!

Comments