Menyeluruh




Barusan hadir di ruang keluarga rumah bapak dan ibu, 4 wajah legendaris dalam kehidupanku. Siapa mereka? 2 pasangan yang masih bertahan sampai sekarang. Ya, kedua kakek, dan kedua nenek ku. Saat mereka duduk berdampingan dengan kulit yang sudah keriput dan mata yang tidak secerah mata muda mereka, namun tetap ada nuansa kehangatan ketika mereka berbicara dan saling menimpali. Walaupun salah satu mbah uti ( biasa aku memanggilnya seperti itu ) sudah kurang pendengarannya namun mbah kakungku tetap mau mengulang tiap kata yang dia ucapkan ketika mbah putri kurang mengerti apa yang disampaikan. Bapak dan ibu kebetulan juga ada di sana. Saat semua masih belum nampak berbeda.*

*ditulis saat mbah kakung dan bapak masih ada
==============================================================================
“Dulu waktu ibu tenis, ibu selalu lihat bapak dari sini” ucap ibuku sambil menunjuk ke salah satu ruang yang kami lewati saat mau melaksanakan shalat idul adha. Memang, tempat shalat idul adha dan idul fitri biasanya kami laksanakan di lapangan tenis PG. Kanigoro yang tidak terlalu jauh dari rumah. Dan biasanya disana pula ibu, ayah, dan karyawan pabrik gula berlatih tenis.
“Bapak paling suka niruin gaya Radit waktu diajak main bola” kata ibuku dilain kesempatan saat mencoba mengingat bapak (lagi). Radit, cucu ayah dari keponakannya. Artinya, Radit ini keponakanku dari sepupu. Dan masih banyak hal lain yang sering mengingatkan ibu tentang bapak. Ya, karena mereka menikah sudah lebih dari dua puluh tahun lamanya.
========================================================================
Tadi sore di salah satu stasiun televisi, menayangkan talkshow dengan beberapa narasumber yang masih belum memiliki pasangan, alias belum menikah meski di usia yang sudah selayaknya menikah, bahkan selayaknya memiliki cucu. Single dan Happy. Ya, dan satu per satupun narasumber diberi pertanyaan yang hampir sama intinya. Sayang, saya tidak punya kesempatan melihat sampai akhir tayangan. Ada beberapa hal yang saya tangkap, ‘usia itu hanya angka’, ‘saya tidak mau berkompromi’, ‘saya tidak pernah punya target’, ‘saya melakukan yang saya sukai’, ‘saya tidak perlu melahirkan untuk punya anak, saya sudah punya cukup banyak anak asuh’....
========================================================================
Penasaran, hingga beberapa waktu lalu saya mendownload trailer film ‘?’. Sampai akhirnya saya mendapatkan film tersebut dan berkesempatan menonton liburan ini. Bukan karena penasaran saking bagusnya film tersebut, tapi penasaran, apa saja hal yang disampaikan sutradara muda yang juga menyutradarai film ‘Berempuan Berkalung Sorban ’ tersebut. Layaknya seorang dalang yang sangat berpengaruh pada setiap pementasan wayangnya, begitu pula sutradara di setiap film-film karyanya. Kemampuan seseorang dalam menangkap informasi pun berbeda-beda, tapi pasti ada tujuan dari sang penyampai informasi tersebut kepada orang yang mendapatkan informasi. Dan lagi-lagi kemampuan penangkapan informasi seseorang berbeda. Mungkin saat saya melihat film tersebut dengan anda melihat tersebut bisa berbeda, namun kita harus mampu menangkap informasi secara bijak.
Menilik ke film ‘?’ tersebut, bagaimanakah seseorang bisa dengan tenang memerankan tokoh ‘yesus’ sedang dia adalah seorang yang mengaku ‘muslim’, bagaimanakah seseorang dengan terlihat bangga telah ‘memilih agama barunya’ setelah dibesarkan dalam nuansa muslim, apa yang terjadi ketika dalam film tersebut menganggap ‘semua agama adalah benar’, dll.
===========================================================================
“Ceritanya sedih lho, banyak yang menyedihkan buat istri” kata temen saya saat sedikit meresensi buku “New Catatan Hati Seorang Istri”. Yap, akhirnya saya pinjem dah tu buku. Dan memang isinya banyak hal, tentang rumah tangga tentunya. Dan kebanyakan memang cerita haru biru mempertahankan ‘kepingan’ tulang rusuk yang terlalu hancur dan rapuh . Namanya juga catatan hati seorang istri, jadi point of view nya dari seorang wanita. Tapi untungnya masih ada cerita aki dan ene yang menenangkan, atau cerita jidda dan jiddi yang abadi.
===========================================================================
 Beberapa hal yang sepertinya tidak berkaitan, namun ketika kita mampu membacanya sebagai sebuah rangkaian kehidupan, tak masalah jika semua terlihat tidak berkaitan namun tetap satu ikatan. Ikatan pemikiran kita sebagai seorang muslim. Bagaimana kita melihat setiap kejadian dalam hidup kita, setiap detik peristiwa yang kita rasakan sebagai sebuah ketentuan dari Allah. Sebuah kesempurnaan Islam, dalam ruang privat maupun publik. Syumul. Menyeluruh. Itulah Islam.
“Kini agama telah berubah dari interest pribadi menjadi publik, dari urusan institusi menjadi konstitusi. Itulah makna deprivatisasi agama yang akan terus dilawan oleh liberalisasi dan postmodernisasi” (Misykat hlm 102- Hamid Fahmi Zarkasyi)

Comments