Negawaran Muda, Saatnya Merawat Indonesia

Tekad Negarawan Muda Indonesia 

Cerita bagian empat, belum selesai ni, karena masih ada hari Senin, 26 Agustus 2013. Karena kemaleman (jam 21.30 baru sampai stasiun Bogor) hari ahadnya dan saya nggak berani ke Ciawi sendirian, maka nginep lagi di rumah mbak yusri. Padahal jalanan menuju rumah nenek mbak yusri nggak kalah horor. Karena senin hari masuk kantor, dan pasti KRL akan sangat ramai, maka saya memutuskan untuk berangkat awal, sekitar jam 4 lebih dari rumah nenek mbak yusri. Dan ajaibnya, angkot-angkot sudah mulai beroperasi, karena kata temen saya juga angkot 24 jam di sana. Sekitar jam 4.30 nyampai di stasiun Bogor dan antrian tiket sudah panjang. Dalam hati, “Subhanallah, mobilitas tinggi.” Dan sayapun mengantri di salah satu loket. Setelah mendapat tiket, barulah ikut proses ‘tap here’ nya tiket harian berjaminan.

Sambil menunggu, mengamati para pengguna KRL yang rata-rata sudah berpakain rapi. Baju kantor atau sekolah. Tapi yang mendominasi tentulah office look dengan tas simple yang dibawa. Ada yang berseragam sesuai dengan instansinya, ada yang standar baju kantor. Dan ketika kereta yang akan menuju Jakarta Kota datang, langsung diserbu oleh calon penumpang. Saya memilih gerbong wanita, karena hari senin pasti penuh dengan pegawai yang akan bekerja di Jakarta dan pasti akan lebih ‘berempet-empetan’ dalam gerbong. Paling tidak, kalau di gerbong wanita ‘berempet-empetan’ nya masih sama ibu-ibu atau mbak-mbak. Dan benar saja, beberapa stasiun dari bogor, sudah mulai parah kondisi gerbong. Menjadi ruang sesak yang membuat ibu-ibu dan mbak-mbak yang di dalam berjuang melawan rasa ingin segera keluar. Alhamdulillah setelah kurang lebih dua jam di sesaknya KRL, bisa menghirup udara luar tepatnya di stasiun Juanda, karena menurut petugas yang saya tanya kemarinnya di KRL Jkt-Bgr, stasiun terdekat ke manggala ya di Juanda. Dan ternyata, setelah bertanya pada Pak Polisi, Manggalanya masih lumayan jauh. Ya sudahlah, naksi lagi. 
Suasana Dua Dekade di Manggala Wanabakti

Sesampainya di Manggala, nuansa-nuansa TENS sudah terasa. Sempet bertemu dengan beberapa sosok pejuang beastudi etos pusat dan akhirnya menemukan sosok yang saya cari, Mbak Ika. Hehe. Setelah perjalanan yang memisahkan kita berdua, akhirnya bisa bertemu kembali di Manggala, jazakillah sudah dibawakan tasnya. Dan kami masuk ke ruang diadakannya Orasi Negawaran Muda. Ya Rabb, rindu dengan nuansa ini setahun lalu. Saat riuh semangat menjalar dari etoser nusantara, genggam erat pendamping nusantara, dan serangkaian acara yang membuat semua semakin pas untuk disimak. Beberapa pendamping nusantara pada berkomentar, “Kemana aja mbak?” atau “Lho, dari kapan di sini?” Hehe, saya hanya bisa nyengir mendapat beberapa pertanyaan dari mbak-mbak inspiratif. Orang-orang yang mendedikasikan diri untuk mendampingi calon negarawan yang kelak merawat Indonesia. Akan merindukan antunna suatu saat nanti. 

Pak Mahfud MD dalam Orasinya
Orasi Negarawan Muda dibuka dengan penampilan band jalanan dari Bogor, sambutan Pak Ahmad Juwaini, Tari Saman dari adek-adek SMART Ekselensia, dkk. Dilanjutkan dengan orasi, mulai dari Pak Ahmad Fuadi yang berbicara tentang negawaran muda dan sastra/kepenulisan, Pak Mahfud MD yang berbicara tentang negarawan muda dan konstitusi/hukum, Pak Agri dari Diaspora yang berbicara tentang nasionalisme WNI yang tinggal di negeri asing serta kontribusinya, Pak Hendi yang berbicara tentang wirausaha di usia muda, Pak Hanta Yudha yang berbicara tentang negarawan muda dan politik, dan ditutup oleh Pak Basyir yang merupakan Walikota Pekalongan berbicara tentang negarawan muda dan kepemimpinan. Huahh...lengkap rasanya, meski hadir hanya pada satu acaranya, mampu membuat diri bermuhasabah, memahami, dan berusaha mengaplikasikan dalam kehidupan terdekat. 

Apakah hanya sampai penutupan TENS saja semua gelora negarawan muda terasa? Saya berharap, dengan segala yang telah didapatkan selama beberapa hari bisa menjadi pembinaan yang lengkap untuk menghadapi dunia nyata dan penuh perjuangan di bulan-bulan berikutnya. Karena hampir semua orator mengerucut pada kesimpulan yang saya ambil, bahwa negarawan bukanlah orang yang berpikiran sempit yang hanya mengurus hal-hal dalam lingkup pribadi atau golongan. Tetapi negarawan adalah seseorang yang berpikir tentang masa depan negaranya, masa depan ummat untuk mecapai cahaya. Kalaupun ke-galau-an itu ada, galaulah untuk segala permasalah ummat yang ada di lingkungan terdekat, di kota masing-masing, dan juga negara kita. Karena galaunya negarawan, bukan lagi tentang tugas kuliah yang belum terselesaikan, piket yang tidak berjalan di asrama, pembinaan angkatan yang tidak kunjung terlaksana, atau uang saku yang masih terasa kurang. Jika berpikir negara, otomatis kegalauan pribadi akan menyingkir dengan sendirinya. Bukan untuk ditinggalkan, tapi diselesaikan untuk bisa berpikir hal-hal yang lebih bermanfaat bagi ummat dan bangsa ini. 

Negawaran Muda, Saatnya Merawat Indonesia

Comments

Unknown said…
assalamualaikum.. mba immash mampir yah...
Immash said…
Wa'alaikumsalam. iya mbak imah.. :)