Childhood

Ini nih yang namanya 'montik'
Masih di pematang sawah yang kini mulai menyempit, di seberang sana terlihat cakrawala yang masih luas membentang. Sore ini, seolah ingin bernostalgia dengan masa kecil yang dekat dengan alam. Masih teringat saat-saat yang cukup membahayakan tapi sangat menyenangkan bagi kami para bolangers kecil, menyeberang sungai untuk sampai di desa sebelah. Atau bersepeda melintas jalan terjal dan tanah yang jauh dari kata rata untuk mencapai salah satu rumah karib kami. Bisa juga sekedar bermain di halaman luas yang masih bertanah, kami menyebutnya ‘enthik’ atau ‘nekeran’. 

Masih di pematang yang sama, dulu beberapa kali diajak untuk ater-ater makan siang  ke pak tani yang sedang mengerjakan sawah, atau ke kakek yang kala itu masih kokoh dengan otot-otot rentanya. Suatu kala, kami hanya duduk di gubuk pinggir sawah. Menghirup udara sawah dalam-dalam, mendengar desau angin yang menyapa kulit, atau menikmati kepakan serta kicauan burung yang berusaha untuk mengincip padi yang telah terasa berat.

Ketika mulai beranjak ke kota lain, hanya derum motor yang menyapa jalan-jalan tanah yang dulu kulalui dengan sepeda. Hanya selintas saja, itupun karena ada perlu ke rumah saudara atau kegiatan lain. Tidak pernah lagi menikmati jalan aspal yang diapit kebun jagung yang sangat luas dan langit indah sebagai atapnya. Hanya selintas saja. Padahal tempat tersebut bisa dibilang kawasan favorit jika kebetulan melewati atau sengaja lewat di daerah itu.

Aroma manis gula juga kadang tercium saat bersepeda di depan pabrik gula, bonus ‘langes’(semacam sisa-sisa penggilingan gula berwarna hitam) biasanya. Sampai di jalan depan kuburan, biasanya kami mencari jamur yang tumbuh di ‘blothong’ atau ampas penggilingan. Anehnya, meskipun semangat mencari, saya tidak semangat untuk memakannya. Hehe. Bergeser sedikit ada satu pohon yang cukup fenomenal di desa, pohon asem. Dan karena pohon asemnya gede banget, terletak di pertigaan jalan, wilayah tersebut dinamakan asem gede. Waktu kecil, kami lumayan ‘ngeper’ juga kalau  lewat pohon itu malem-malem.

Saat ayah mau berangkat kerja, ada ritual lain yang biasa kami lakukan juga, saya dibonceng keliling kampung sebelum akhirnya beliau harus segera ke kantor. Yang bisa dibilang lucu kalo diingat, saat ada ‘montik’, kereta pengangkut tebu, saya selalu heboh sendiri dengan bergegas lari ke depan jendela dan melihat sang ‘montik’ berjalan pelan. Kalau lagi beruntung, saya bisa melihat adegan anak-anak muda yang menarik beberapa batang tebu dari ‘montik’untuk dimakan. Hehe. Sederhana. Hal-hal yang tidak bisa ditemui ditempat manapun, dengan sejuta kenangan yang ada. Meski kadang semua kondisi sudah berbeda, kita masih bisa mencicip aroma kerinduan saat mengingatnya. Childhood.


Comments

Line's Corner said…
Ini memori tentang masa kecil di Madiun kah mbak?
Kapan-kapan saya boleh diajak kesana. Hehe :)
Immash said…
yuhuu, mampir gih sama anak2 yang seramaian. udah sering cerita ke-unik-an anak-anak etos ke ibu. hehe.