I-B-U


Edisi lengkap #1432 H

Bahagianya menjadi seorang perempuan, yang kelak akan menjadi seoran ibu. Aamiin. Tapi sebelum menjadi ibu, saya mau bercerita tentang beliau. Yang dulu sudah sempat saya bikinkan tiga potong tulisan. Tentang kekuatan, kesabaran, dan kesetiaan. Seseorang yang sangat berharga dalam hidup saya.

Ibu, saya memanggil beliau dengan tiga huruf sakti yang bisa meluluhkan benteng pelupuk mata. Tidak ada yang bisa saya ungkapkan selain bersyukur bahwa Allah memilihkan ibu yang luar biasa dalam kehidupan saya. Sosok tak tergantikan itu sekarang sedang di rumah, sendiri. Saya anaknya juga lagi sendiri nih di kantor. Hehe. Berharap tahun depan ada kejutan dari Allah, saya bisa bersama ibu, menemani beliau tidak hanya di hari-hari libur saya. Tapi benar-benar bisa hadir saat pagi, siang, sore, dan malam. Sedang ikhtiar untuk menuju ke sana. Menanti petunjukNya.

Beberapa waktu yang lalu saya sempat menulis atau lebih tepatnya ngetwit tentang ‘intipan’ saya pada catatan ibu, ternyata ada catatan liqo. Tentang hadist arbain ke 5. Ya Allah, rasanya sangat terharu. Memang beberapa bulan lalu ibu minta dicarikan kelompok ngaji, lalu saya sampaikanlah ke guru ngaji saya. Dan alhamdulillah ibu mendapat kelompok ngaji yang tidak begitu jauh dari rumah. Tadi pagi baru saja saya meng-sms guru ngaji ibu, menanyakan tentang ibu. Subhanallah, dengan singkat guru ngaji ibu menjawab namun mampu membuat saya lagi-lagi ingin segera memeluk ibu. Semoga guru ngaji ibu menjadi salah satu perantara hijrah menuju yang lebih baik lagi. Jazakumullah khair..

Mungkin saat ini ibu juga berharap saya bisa menemani beliau, ada saat beliau membutuhkan. Tapi itulah hebatnya ibu, beliau tidak pernah memaksa saya untuk tinggal atau bekerja di tanah kelahiran saya. Mungkin saat ini ibu menginginkan saya bekerja di tempat lain yang menurut beliau lebih menjanjikan, tapi ibu tidak pernah membatasi saya untuk berkarya hingga sekarang. Mungkin saat ini ibu ingin melihat putri satu-satunya tinggal nyaman bersama seseorang yang kemudian menjadi imam dalam keluarga kami, tapi lagi-lagi ibu tidak pernah tersinggung ataupun marah ketika satu per satu orang yang diajukan beliau belum ada yang saya sepakati, karena beliau mulai memahami bahwa bukan orang dengan jabatan tinggi atau harta yang berlebih yang mampu membawa kami ke surga kelak. Mungkin juga saat ini ibu berharap saya bisa sekedar mendengar kisah nostalgia beliau dengan bapak saat masih muda ataupun di hari-hari terakhirnya, tapi ibu tidak pernah memaksa saya untuk tinggal lebih lama di rumah untuk itu, beliau memilih bahagia melihat putrinya ini punya banyak aktivitas di kota lain.

Ah ibu, tidak pantas putrimu ini meminta apa-apa lagi. Allah adakah kejutan lagi untuk kami berdua? Hamba menantinya.... ^_^

Comments