#IndonesiaSIAPSIAGA #BantuKelud

Suasana pasca erupsi gunung kelud di kec.puncu

Sudah bulan maret dan bulan februari berlalu tanpa tulisan di blog. Padahal banyak yang mau saya tulis. Apa daya tangan dan pikiran belum sinkron buat memulai. Ya, cukup memulai dan biarkan jari-jari, pikiran, perasaan yang melanjutkan. Bismillah..

Bangun sekitar pukul 03.30 tanggal 14 Februari 2014, ada sms masuk di HP saya, pertanyaan dari salah satu relawan tentang relawan untuk kelud. Setelah saya nyalakan data connection ternyata di salah satu grup sudah hebring membahas erupsi gunung kelud. Bahkan abunya sampai Surabaya. Aaappppaaa? Batin saya, karena masih cukup pagi, jadi kalau saya teriak2 jadi rada horor. Baik, akhirnya saya keluar kamar dan mendapati lantai beda seperti biasanya. Ternyata memang debu vulkanik sampai di keputih.

Karena memang ada agenda pagi-pagi di kampus, saya tetap berangkat meski ternyata di luar masih ada hujan abu tipis. Sesampainya di kampus, jalanan sudah memutih, daun-daun, tempat sampah, lantai masjid dipenuhi debu tipis dari erupsi gunung kelud. Baru kali ini saya mengalaminya, dan ketika bertemu di lingkaran kecil bersama adek-adek, kita langsung heboh dengan pembahasan kelud. Ya, Allah luar biasa, ketika adek-adek FSLDK berusaha mengalihkan isu valentine dengan isu hijab, ternyata 14 Februari yang konon hari kasih sayang bagi pasangan muda-mudi menjadi hari kasih sayang nasional dengan erupsi gunung kelud. Perhatian masyarakat beralih ke kasih sayang kemanusiaan di gunung kelud.

Beberapa hari kelud menjadi trending topic. Mulai dari media cetak, televisi, jejaring sosial, dll. Sampai akhirnya saat saya sedang bertugas di Malang, dapet panggilan untuk ke lokasi. Well, tanpa persiapan euy. Bawa baju Cuma satu, akhirnya beli beberapa hal di hypermart, pinjem baju ke pendamping etos malang, dan berangkatlah saya ke posko utama Dompet Dhuafa di Dusun Kamirahan Desa Damarwulam Kecamatan Kepung Kab. Kediri melalui jalur Malang-Kediri. Dengan pak sopir, pak zein, nisak dan mbak ika.

Jalur pujon ngantang udah biasa saya lewati dulu kala, saat masih menjadi calon mahasiswa, hehe. Tapi belum pernah lewat jalur tersebut di malam hari yang ternyata bisa sepi bin senyap. Wong kita lewatnya juga hampir tengah malem. Ternyata pak sopir yang membersamai kita sudah mbolang di hampir semua wilayah di Indonesia. Terlebih di gunungnya, sambil tetep on nyetir bapaknya cerita tentang pengalamannya di beberapa daerah. Dari hal-hal biasa sampai dunia lain. Heaaa,,,pas banget sama suasana yang lagi kita lewatin dah. Akhirnya sekitar jam 12 malam kita sampai di posko utama, ternyata masih pada on juga rekan-rekan yang di posko. Ada yang masih sibuk ngetik-ngetik di laptop, ada yang masih cek ketersediaan obat, ada yang sibuk mau nempel peta, dll. Tapi kami memilih untuk segera tidur. Hehe.

Esok paginya, karena nggak bisa ngelihat pemandangan nganggur dan memang karena kita nyampenya malem jadi belum tau kondisi pasca erupsi di kediri secara langsung, jadilah jalan-jalan sambil kepoin gunung. Secara kita belum tau wujud kelud yang beberapa hari lalu mengeluarkan material vulkanik yang dampaknya sampai ke Jawa Barat. Pasir masih lumayan tebal di sepanjang jalur jalan-jalan, padahal sudah sepekan dari erupsi hari Kamis Malam. Sambil celingukan nyari posisi gunung kelud yang mana, kita menikmati udara desa dan pemandangan yang luar biasa. MasyaAllah, terlihat barisan pegunungan di sisi timur. Karena dari arah Malang, saya mereka-reka bahwa gunung yang terlihat adalah gunung arjuno, kemudian bergerak ke arah selatan terlihat gunung yang lebih kecil dari gunung yang pertama terlihat. Di bagian atasnya terlihat asap yang masih lumayan tinggi. Mm..bisa jadi yang itu gunung keludnya, kami menyimpulkan.

Setelah kembali dari jalan-jalan singkat kami, dilajutkan dengan rapat koordinasi untuk agenda hari tersebut. Kala itu masih tiga daerah fokusan yang menjadi target recovery, di Kediri, Malang, dan Blitar. Masing-masing sudah menyiapkan agenda untuk hari tersebut. Kami yang newbie diminta untuk bergabung di tim Kediri, agendanya hari itu ada sekolah ceria di dua titik sekolah. Untuk lebih menceriakan sekolah ceria, jadilah dipersiapkan tools tambahan yaitu jajan. Kita kebagian buat ngepaketin jajan buat adek-adek, isinya ada susu, jajanan manis, dan jajanan asin. Meskipun sederhana, tapi adek-adek terlihat antusias pas mau dapet paket jajan. Dan bagi kami, meskipun terlihat kecil, hanya bantu2 ngepakin jajan , tetap menjadi kebahagiaan tersendiri bisa melakukan sesuatu hal. Setelah selesai ke dua sekolah, kami dianjurkan untuk pulang ke posko utama terlebih dahulu. Baru siang agak sorenya lanjut ke daerah yang lebih tinggi dan lebih parah dampak erupsi gunung keludnya.

Di kecamatan puncu yang jaraknya tidak sampai 10 km dari gunung kelud, rata-rata rumah rusak atapnya, pasir lebih tebal dari yang di posko utama, warga sebagian besar masih tinggal di pengungsian. Hanya pagi sampai sore di rumah untuk bersih-bersih rumah. Dari jarak tersebut pula kami dapat melihat kelud lebih jelas. Sore itu agendanya Aksi Layanan Sehat, bagi-bagi masker, dan penyaluran logistik. Ternyata lumayan banyak warga yang belum mengenakan masker saat berkendara.  Kebutuhan air saat itu yang sangat diperlukan warga, karena memang saluran air masih belum mengalir. Terlihat banyak kendaraan yang menunjukkan nama lembaga, mulai dari lembaga pemerintah, swasta, daerah, partai, dll. Allah memang tidak akan pernah memberikan sesuatu tanpa makna dan hikmah bagi kita semua.

pembagian masker di kec.Puncu
Tak berhenti sampai di situ, ternyata tim mau mengadakan assesment ke daerah yang lebih tinggi dan lebih dekat dengan kelud. Kitapun ikut ke daerah yang konon kurang dari 5 km dari kelud. Sore itu senja begitu cantik di sisi barat. Sedangkan kelud masih mengeluarkan asap di sisi selatan. Percakapan di kendaraan kala itu adalah antisipasi apa yang bisa kita lakukan saat tiba-tiba gunung meletus. Dan..kita sama-sama belum tau, aduh parah nih. Karena memang bencana tidak bisa diduga, bisa datang kapan saja, harusnya kita tau yah prosedur penyelamatan pertama. Hehe. Di sisi yang lebih tinggi ternyata tidak mengubah suhu udara, tidak dingin seperti layaknya di pegunungan. Entah karena masih pengaruh erupsi atau biasanya juga begini. Setelah selesai assesment, kami segera meninggalkan lokasi untuk menuju posko utama.

Senja di jarak < 5 km dari kelud
Sesampainya di sana, sudah ada tambahan tim relawan dari daerah lain. Heran saya, bencana kok diparani, hehe. Sampai saat ngobrol dengan relawan yang konon sudah biasa ‘marani molo’, mulai dari tsunami aceh, banjir wasior, erupsi merapi, dll. Saya tanya tuh ke beliau, kenapa pak jauh-jauh dari pulau seberang ke kelud juga? Jawabannya simple, hampir sama dengan jawaban relawan yang saya temui, “karena panggilan”. Luar biasa dah relawan-relawan ini, denger-denger emang penanganan gunung berapi harus lebih bersabar dari bencana yang lain. Kenapa? Karena status aktivitas gunung bisa berubah sewaktu-waktu.

Pada akhirnya kita tidak bisa menebak akhir dari sebuah bencana secara pasti, bencana aja nggak bisa apalagi memprediksi akhir hidup kita. Jadi, persiapkan yang terbaik dan selalu siap mengambil hikmah dan pembelajaran dari setiap detik yang diberikan Allah.

#IndonesiaSIAPSIAGA



Comments