Dinara

Hujan, syukurlah aku selalu membawa payung di dalam tas ranselku. Sambil mengamati jalanan dari jendela angkot, kulayangkan pandangan pada beberapa pemandangan khas hujan. Meskipun kotaku ini terkenal dengan kota hujan, bukan berarti juga hujan setiap hari, tapi karena sekarang sedang musim hujan jadilah hampir setiap hari mulai dari gerimis, hujan sedang, sampai hujan badai sempet mampir. Namanya juga musim hujan, orang-orang yang di jalanan juga sudah mulai prepare dengan ‘senjatanya’ masing-masing. Ada yang berpayung ria, ada yang lengkap dengan jas hujan yg mencover seluruh badan, ada yang pake jaket sekenanya, dll.

Di salah satu perempatan lampu merah, saat angkot berhenti, ada seorang paruh baya, mengenakan jas hujan kelelawar, wajah yang sudah keriput dan terlihat rambutnya juga sudah memutih, membawa sebuah bawaan besar dan nampak berat di pundaknya. Satu sak penuh hasil mengambil sampah-sampah yang masih bisa dimanfaatkan alias mulung. Di tengah usia yang sudah senja, guratan-guratan pada wajahnya menampakkan kelelahan. Tapi seperti tidak ada pilihan lain, mungkin saja di rumah istri, anak, dan cucunya menanti hasil kerjanya hari ini. Hmm... memang seperti itu kelak ketika sudah mempunyai keluarga. Ah, kayak sekarang belum punya keluarga saja.


Dinara, nama pemberian ayah dan ibu saat aku lahir. Anak pertama dari tiga bersaudara dan manisnya saya satu-satunya anak cowok dalam keluarga saya. Dua adik saya, yang satu Fahima sekarang kelas 1 SMA, yang satunya Dinda masih kelas 5 SD. Dan saya sekarang sekaligus berperan sebagai pengganti ayah, jadi saya sudah menjadi kepala keluarga untuk ibu dan kedua adik saya. Ibu, sudah berusia 50 tahunan, sekarang memiliki catering kecil-kecilan untuk menemani usia senja dan pemasukan tambahan bagi keluarga kami. Sedangkan aku sendiri, mahasiswa tingkat akhir sekaligus bekerja di toko buku. Saya mulai resmi bekerja di sini saat semester tujuh, kuliah mulai berkurang dan dapat penawaran kerja full time bukan lagi freelance seperti yang biasa saya lakukan. Marketing staff posisi yang tertera pada kartu nama saya, kini sudah sekitar empat bulan saya di sini. Untuk kuliah, kadang saya dapat dispensasi dari tempat kerja saya untuk beberapa jam meninggalkan kantor sekalian untuk bertemu dengan klien biasanya, karena tugas marketing apalagi kalau bukan ‘jualan suara’.

-bersambung-

Comments