Membina Generasi Qur'an

Menulislah..menulislah..dan menulislah. Lama tak menulis tentang apa yang ada dipikiran atau pendapat yang terlalu mengendap, dan opini yang telah menguap begitu saja dalam ceracauan diri sendiri. Hehe

Kali ini saya mau cerita tentang Al-Qur’an. Siapa sih yang belum mengenalnya? Alhamdulillah belakangan ini Al-Qur’an termasuk dalam trending topic perbincangan muslim di Indonesia. Mulai dari One Day One Juz yang membernya sudah puluhan ribu di seluruh dunia. Ada juga hafiz Indonesia yang ngehits banget waktu ramadhan kemarin, Musa pemenangnya kala itu masih berusia 5,5 tahun dan sudah hafal 29,5 juz, dengan hafalannya tersebut sudah mengantarkannya pula mengikuti hafiz internasional di Saudi Arabia dan menjadikannya hafiz termuda dengan peringkat yang baik. Nggak bayang gimana telatennya kedua orang tua Musa mendampinginya menghafal. Di kota-kota besar juga mulai bermunculan rumah qur’an untuk tempat belajar Al-Qur’an juga menghafalnya  bagi anak-anak maupun orang dewasa.

Alhamdulillah di Madiun juga sudah mulai merebak ‘Virus Al-Qur’an’ melalui rumah qur'an atau TPA meskipun belum menjamur seperti ind*maret atau alf*mart yang tiap berapa ratus meter ada. Hehe. Yang saya ceritakan selanjutnya lebih ke pengalaman saya akhir-akhir ini berinteraksi dengan ‘panduan hidup’ kita. Ya, bersyukur saya bisa bergabung menjadi salah satu pengajar Al-Qur’an meskipun masih jauh sekali dari sempurna. Paling tidak hal inilah yang sekarang ini bisa ‘mengikat’ saya untuk terus belajar dan menambah hafalan atau setidaknya memuroja’ah hafalan #eaaa.

Saat mengajar anak-anak kecil, ada yang kemampuan membacanya kurang tapi hafalannya bagus, ada yang kemampuan membacanya bagus tapi susah diajak hafalan, dll. Tapi pada intinya anak-anak ini cerdas, hafalannya lebih cepat dari orang dewasa, paling suka ndengerin mereka muroja’ah dengan nada ummi. Bacaannya tepat, nadanya enak didengerin, suara anak-anak kecil yang menentramkan. Kalau kata ustadzah, anak-anak kecil emang paling mudah diajak hafalan secara audio yang artinya diajak mendengarkan surat yang dibacakan melalui murottal atau dibacakan surat-suratnya. Dengan pengalaman ini saya jadi semakin kagum dengan orang tua yang langsung mendampingi putra putrinya menghafal. Karena yang namanya anak-anak ya pasti senang bergerak kesana-kemari, sedangkan hafalan juga membutuhkan konsentrasi. Harus belajar formula yang tepat lagi untuk yang satu ini.

Kadang sebagai orang tua masih memandang ‘sebelah mata’ tentang bacaan al-qur’an yang tartil dan hafalan anak-anak kita. Memilih memberikan kursus khusus tentang kemampuan matematikanya, bahasa inggrisnya, alat musik, dll yang biasanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Saya tidak menyatakan kalau kursus atau les pelajaran atau hobi itu nggak penting lho ya, tapi sudah selayaknya jika Al-qur’an bagi anak-anak itu memiliki porsi yang lebih besar. Bukan sekedar pengisi kegiatan saat luang, tapi program yang harus direncanakan. Akan sangat bagus lagi kalau yang mengajarkan langsung adalah orang tuanya, namun jika orang tua merasa belum mampu, ada baiknya mulai belajar sambil ‘menitipkan’ putra putrinya di rumah qur’an atau TPA. Bukankah Allah telah menjanjikan mahkota yang bersinar jika memiliki anak yang hafal al-qur’an?


Semoga ‘virus’ mencintai  Al-qur’an ini ‘menjangkiti’ kehidupan kita  dan menjadi syafaat di hari akhir kelak. 

Comments