Di Ujung Penantian

Januari 2015, kalender duduk di meja kerja sudah saya persiapkan sebelum libur tahun baru kemarin. Kalender di HP dan laptoppun sudah dengan otomatis mengganti tanggalnya. Time flies.  Pernahkah berpikir tentang lintasan waktu yang telah, sedang, dan akan kita lalui? Kadang terasa sangat lama sampai rasanya ingin pergi ke pusat waktu dunia, mengendap-endap dan memutar jarum jam  dengan cepat. Kadang tidak terasa waktu berjalan begitu saja sampai-sampai ingin menciptakan jam pasir pembalik waktu untuk mengulang detik, menit, jam bahkan tahun. Tapi apa daya, sang waktu tidak akan pernah berbalik atau mempercepat diri.

Penghujung tahun 2014, salah satu adegan kehidupan yang tak bisa diputar kembali. Hilangnya pesawat salah satu maskapai penerbangan. Membuat saya mengingat kembali beberapa hal tentang moda transportasi yang pernah saya tumpangi dan mungkin hampir bisa dibilang berada pada ujung penantian.

1. Pesawat mendarat darurat di Banjarmasi
Ini pertama kalinya saya menumpang pesawat untuk melintasi laut jawa menuju Kalimantan, lebih tepatnya penerbangan dari Surabaya ke Balikpapan. Saat penerbangan kira-kira kurang 30 menit lagi diumumkan oleh awak kabin bahwa pesawat akan mendarat terlebih dahulu di Banjarmasin karena kondisi cuaca di Balikpapan yang belum memungkinkan. Kecewa? Pasti, karena itu berarti kita akan telat sampai. Tapi akan lebih kecewa lagi kalau kru memaksakan untuk tetap melanjutkan perjalanan ke Balikpapan bukan? Karena bisa saja hal tersebut membahayakan kami semua yang ada di dalam pesawat. Pendaratan berjalan baik, dan kamipun diminta menunggu di ruang tunggu bandara sampai cuaca membaik.

2. Turbulensi Pesawat
Entahlah apa namanya, saya menyebutnya guncangan saat kami berada di suatu ketinggian di atas permukaan laut. Ceritanya saat itu untuk pertama kalinya juga saya akan menuju Sulawesi, lebih tepatnya perjalanan dari Surabaya-Makassar. Dari take off semua berjalan lancar, sampai pada ketinggian tertentu pesawat guncang beberapa kali. Dan ini tidak hanya terjadi sekali saja, melainkan beberapa kali dengan guncangan yang lumayan besar. Tak henti-hentinya dzikir dan doa saya panjatkan, begitu juga dengan teman sederet dan depan deret karena kebetulan kami serombongan. Masih dengan dzikir dan doa, sesekali kami berpapasan mata tanda saling menguatkan. Dan alhamdulillah akhirnya mendarat dengan baik di Makassar.

3. Gelombang dan Ombak besar menuju Kepulauan Seribu
Akhir tahun memang banyak digunakan orang untuk berlibur, sama yang saya lakukan tahun lalu. Perjalanan menggunakan kapal penyeberangan yang tidak terlalu besar dari muara angke ke Pulau Tidung. Pagi hari masih cerah dan belum ada tanda mendung ataupun hujan saat menunggu keberangkatan di Muara Angke. Namun ternyata cuaca akkhir tahun memang tidak bisa dibohongi, siklus hujan tinggi dan gelombang besar di laut. Beberapa saat perjalanan dimulai, hujan mulai turun dan terjangan ombak semakin besar ke kapal. Kapal sempat terhenti cukup lama di entah laut jawa sebelah mana, begitu juga dengan kapal lainnya yang ada di sekitar kapal yang saya tumpangi. Gelombang dan ombak besar masih terus menerjang kapal. Waktu tempuh yang harusnya 2-3 jam molor sampai 5-5,5 jam. Tapi alhamdulillah bisa sampai dengan selamat setelah berjam-jam di laut tanpa tau daratan ada dimana.

Walaupun berkali-kali sempat mengalami hal-hal diluar dugaan saat dalam perjalanan, tapi rasanya saya tetap tidak bosan untuk kembali melakukan perjalanan. Kunci dari segala kepanikan yang terjadi justru pada ketenangan diri. Karena ujian atau musibah memang bisa terjadi kapan saja bukan? Bahkan kematian bisa datang dalam bentuk apapun, dimanapun dengan cara apapun. Karena kita sejatinya berada pada ujung penantian yang sama bukan?

Comments

Unknown said…
kalau ada waktu, mampir ke blog saya jg ya coretankecilcwd123.blogspot.com hehe
Immash said…
saya nggak bisa buka tu mbak blognya :(, buat invited readers aja. hehe