Banyuwangi : Jalan Panjang Menuju Red Island

Kaki yang sebenarnya sudah mulai enggan untuk diajak berjalan, rasa lelah karena tidak tidur semalaman ditambah perut keroncongan yang belum diisi sedari pagi adalah perpaduan tepat untuk mulai menaikkan 'tensi'


Sambutan Red Island bersama 'kursi malasnya'
Tapi sepertinya ke-excited-an terhadap pantai mengalahkan sedikit rasa kantuk dan lapar yang telah berpadu sedari kami sampai di Paltuding. Ponco segera digulung, acara bersih-bersih kamera usai, selimut jaket ditarik dan pak sopir sudah terlihat 'on' setelah cuci muka meskipun mata masih merah. Kemana dan kemana masih saja menjadi pertanyaan setelah semua sudah di posisi ready to go, dan pada akhirnya kami melajukan niat untuk ke Red Island. Setelah menghapus Green Bay yang konon katanya lebih bagus tapi sebanding dengan perjalanannya yang lebih panjang ditambah pula harus jalan kaki lagi untuk mencapainya #kakiudahberkonde. 

Sepanjang perjalanan kami menikmati nuansa hutan hijau yang segar di kanan-kiri jalan, kaca mobil dibuka, dan masih tetap saja gagal menutup mata. Tapi lama-kelamaan kita mulai curiga, ini jalan bener nggak sih? kok kita nggak simpangan sama kendaraan lain atau di belakang kita ada kendaraan lain. Tapi berbekal si GPS, kita berusaha tetap PD aja, eh mereka ding yang PD saya follower doang. Beberapa kali rumah penduduk mulai terlihat, tapi jalan berganti ke jalan makadam alias nggak rata dan sukses mengguncang mobil. Sepanjang jalan yang merupakan perkampungan, tak hentinya kami berjumpa dengan masyarakat lokal dengan tatapan penuh tanya #mungkin. Lha ngapain ini mobil lewat sini? gitu kali batin mereka. Mana pas itu mobil di buka  jendelanya dan musik dangdut mengalun cetar membahana. Udah kayak tukang jamu keliling kami. Haha. Kehabisan playlist dangdut dan yang ditemukan hanya metallica, tambah heboh ini mobil. 

Sempat bertanya ke warga yang lagi di pinggir jalan dan sarip memutuskan untuk tetap melewati jalan makadam yang konon masih panjang ini. Sukses bikin kita nggak tidur pokonya. Pohon-pohon kelapa sudah melambai di pinggiran jalan, saya mulai berhalusinasi di balik sawah-sawah itu adalah garis pantai, tapi ternyata bukan. Antara pengen cepet keluar dari jalan makadam sama laper, jadilah halusinasi pantai itu tak kunjung usai. Sampai di salah satu kampung lagi, kami berhenti untuk bertanya ke tukang pentol, dan malah memutuskan untuk berhenti memborong pentol plus es potong, sementara piko numpang ke kamar mandi di rumah penduduk. Rehat sejenak makan pentol (kecuali saya) dan makan es potong untuk ngademin 'hati' dan mengganjal perut. 

es potong 'ngademin hati'  :P
Insiden GPS ilang dari genggaman menambah 'ricuh' perjalanan kami yang sudah keluar dari jalan makadam. "Ha? GPS ilang?" "Terakhir dipegang siapa" "Kayaknya tadi ada kok" dan komentar-komentar lain. Ehh... mana salah jalan lagi padahal udah tanya orang. Puter baliklah kita setelah fix salah jalan dan tanya orang lagi. Setelah dicari-cari lagi akhirnya nggak jadi ilang tu GPS, entah tadi nyempil di bagian mana mobil. GPS ketemu dan jalan semakin menunjukkan tanda-tanda kebenaran, kamipun bisa sedikit bernafas lega. 

Begitu nemu gerbang Red Island rasanya hati riang pikiranpun terang, senyum merekah di bibir kami semua #ceileehhh. Mereka para laki-laki langsung berhambur menyambut pasir pantai, sedangkan saya dan piko masih nyiapin payung, air minum, sunblock, sunscreen wkwkwk, dua benda terakhir punya piko, saya mah nebeng minta aja. 

Udara pantai emang selalu melegakan, landscape cantik langit, suara ombak yang selalu saya rindukan, pasir halus meyapa kaos kaki yang udah mulai kumal, dan payung-payung merah beserta kursi malas yang tertata rapi. Semuanya satu frame. Yang ada kami hanya bisa terus perlahan menghirup udaranya, mendengarkan dendang air laut, memandang lekat-lekat segala yang ada di depan mata. Akhirnya berjalan kian kemari, kaos kaki udah mulai basah dan berpasir (mirip gorengan tepung panir), foto sana-sini. Lalu kembali duduk di kursi malas, memejamkan mata dan merasakan angin pantai sambil nunggu degan pesenan kami datang. Degan datang, makan, lalu pulang.

Setelah melalui jalan panjang yang berliku dan sebelum melanjutkan perjalanan yang lebih berliku lagi menuju titik awal bernama pulang

Comments