Semarang : Little Netherland

Ini namanya telat pake banget -_-, hehe tapi tak apa wong blog juga blog saya #monolog. Jadi ceritanya ini masih episode Semarang sekitar hampir dua bulan lalu, tulisan yang tak sempat ditulis tapi akhirnya saya merasa harus menuliskannya sebagai.. sebagai.. mmmm, pengikat kenangan.

Little Netherland konon nama kecenya, sebuah kawasan di kota tua Semarang yang bikin saya pengen ke sana dan akhirnya kesampaian akhir bulan Desember lalu. Saat saya, piko, dan niken ngebolang di Semarang. Kawasan ini ya hampir sama kayak kota tua di daerah Jakarta sono, bedanya emang lebih 'nggak komersil'. Karena pas saya dateng ke sana kan tanggal merah hari natal, tapi nggak ada hal-hal rame kayak yang di Jakarta. Mungkin karena nggak ada plazanya kali ya? kalo di kota tua jakarta kan ada plaza depan museum fatahillah yang biasanya dipake pedagang menjajakan jualannya, para 'patung hidup' yang dijadikan objek foto, komunitas onthel yang menjajakan wisata sejarah kota tua, ataupun berbagai keramaian lain yang sebenernya malah membuat kesan 'kota tua' hilang. 

Di semarang ini lebih tenang, tapi saking tenangnya banyak hal yang tutup juga pas tanggal merah. Kayak pusat informasi kota tua, cafe jadul yang ada di kawasan itu juga tutup. Jadilah kami hanya berkeliling sebentar di beberapa bangunan, foto-foto di mural bikinan seniman yang bisa dibilang 'nggak teratur' dan sayang sekali nampaknya nggak ada yang berniat 'mengaturnya'. Memandangi kebanyakan gedung yang sudah dimakan zaman, tanpa perawatan dan ya begitu saja hanya sekedar 'ada'. Sayang bangetlah pokoknya kalo saya liat, karena emang gedung yang difungsikan nggak banyak. Gereja Blenduk masih dipakai tentunya, bangunan depan gereja yang sekarang jadi kantor Jiwasraya masih dipakai, pabrik rokok prau layar masih dipakai, dan beberapa gedung yang nampak direkontruksi.


ini salah satu bangunan yang 'kurang' terawat di sana

kalo yang ini ini abis renov sepertinya

mural yang sebenernya kalo dikelola dan diatur dengan baik bisa jadi 'sesuatu'



Saya jadi kepikiran, kenapa ya banyak bangunan tua yang kurang terawat? nggak hanya di Jakarta atau Semarang saja sepertinya, tapi di daerah lain juga gitu. Apa karena itu bangunan kolonial jadi males buat ngerekonstruksi? atau karena terlalu mahal biaya perawatannya? atau karena... nggak tau sih saya. Hehe, sotoy. Kan kan kalo bisa dicantikin dikit atau bahkan difungsikan jadi nggak mubadzir itu bangunan. Ya nggak?

Comments