Sumbawa : Dari Dermaga ke Dermaga

Sumbawa di depan mata, meninggalkan riak-riak air di belakang kapal yang mengangkut kami ke sana, Here we come, Poto Tano.

Pelabuhan Poto Tano ini nggak jauh beda sama Kayangan, tidak terlalu besar dengan dua dermaga kalo nggak salah liat :P. Dari pelabuhan kita ke rumah pak arif dulu, penduduk lokal yang nantinya akan mengantarkan kita ke Pulau Kenawa.

Setelah menunggu beberapa saat di depan rumah Pak Arif, kita menuju dermaga kecil yang akan menyambungkan sumbawa ke pulau kecil di sekitarnya, terasuk Pulau Kenawa. Pulau yang tidak berpenghuni, tapi sering dijadikan tempat piknik dan camping, termasuk rombongan banana potatona ini. Kesana pas lagi ijo-ijonya rumput yang nemplok di seluas pulau dan bukitnya tentu. Fokus saat melipir di dermaga adalah air yang menggemaskan bikin pengen nyemplung di pinggiran pulau. Tapi karena udah senja dan tenda belum dibikin, jadilah kami segera bergegas mencari lokasi yang tepat untuk mendirikan tenda.


Lokasi di atas bukit kecil dipilih sebagai lokasi, saya mah ngikut wae nggak ngerti harus milih tempat mana. E iya, kalo mau ke sini jangan lupa bawa air tawar buat minum, wudhu atau keperluan mck, karena memang tidak tersedia air tawar. Tenda akhirnya berhasil didirikan saat hari mulai gelap, lanjut tata-tata buat sholat. Selepas sholat, masak memasak dimulai. Yeiiiyyyyy… *dimasakin fajar lebih tepatnya. Menu kita kala itu soto dan kari… dalam bentuk mi instan. Hehe, emang berharap apa di tengah pulau yang tiada penerangan sedikitpun kecuali senter masing-masing.

Perut terisi, giliran menggerak-gerakkan badan *terdengar mau senam. Hehe. Karena salah satu member kelas bunga matahari -sebut saja izul- akan melangsungkan pernikahan jadilah niken dan jojo berkreasi foto pake tulisan senter, sedang saya? Nyoba bikin obat nyamuk pake senter :P alias nggak berbentuk apa-apa selain buletan-buletan nggak jelas. Bosen dengan foto-tulisan senter, beralih ke lahan rumput yang lain. Duduk memandang bintang dan mulai menodong jojo mendongeng. Dan satu..dua..tiga…., mulai terdengar dengkuran pelan. 

itu nulisnya pake senter lhooo *penting banget yak :P

Angin semakin semilir, mata semakin ngantuk dan malam semakin larut, akhirnya kita putuskan untuk gulung ponco, dan masuk tenda masing-masing. Saya dan supri kebagian tidur di teras tenda karena di dalem udah penuh, berbekal sleeping bag dan keyakinan pada Allah kalo nggak ada ulil atau orang jahat yang tiba-tiba dateng di tenda kita.

Beberapa menit berlalu, mulai hening. Tapi…. Supri mulai mengeluarkan jurus dengkurnya. Di saat yang sama saya mulai membolak-balikkan badan, memejamkan mata, tapi tak kunjung bisa tidur #eaaa. Beberapa saat kemudian, masih diiringi ‘nyanyian’ dari supri, nyamuk mulai menyerang, angin malam berubah menjadi udara panas laut. Semakin lengkaplah sudah bergulung dalam sleeping bag. Sampai suatu ketika….

Comments