Lombok : Hidup Ayam! , Pancake Pisang dan Mobil Tanpa Atap


Senja berada di balik punggung kami yang berlalu, meninggalkan kelelahan yang menciptakan keheningan dalam interval waktu yang tersisa.

Senja berakhir, saatnya kembali ke homestay. Jalanan sudah lumayan gelap saat meninggalkan kawasan bukit mandalika. Yang menyisakan sedikit semburat orange, biru dan ungu di belakang elf kami yang melaju ke arah Senggigi. Rencana mau makan Sate Rembiga-sate daging sapi khas lombok- di Mataram , tapi nampaknya kami telat datang. Karena saat itu sudah lumayan malam plus sabtu malam pula jadi pada keluarlah warga lokal maupun wisatawan buat kulineran, jadi sold outlah tu sate.

Nah, emang ya meskipun pulau lombok terkenal dengan pantai dan lautnya , bukan berarti seafood jadi makanan khasnya. Buktinya selama tiga hari di sana, cuma sekali makan seafood itupun mbakar sendiri tanpa bumbu dan berteman beberok.  Sisanya.... menunya ayam semua. Hehe. Dari nasi puyung yang isinya ayam suwir, oseng buncis dan ayam goreng ekstra, ganti menu plecing ayam, dan setelah sate rembiga terlewatkan kita makan ayam taliwang. Hehe. Hidup ayam!


cuman ayam ini yang sempet kepoto.., plecing ayam di lombok tengah

Hari ketiga yang padat agenda berakhir dengan ditutupnya kamar masing-masing kamar di homestay. Esok paginya, nggak seekstrem sehari sebelumnya karena matahari sudah bersinar cerah saat kami keluar kamar untuk sarapan. Jeng-jeng... sempet tercekat, ini cemilan apa sarapan? Haha, ternyata temen saya yang duluan di gazebo udah memesankan sarapan untuk kita semua, menu yang sama. Macam dadar dengan potongan pisang beberapa biji, namanya ‘pancake pisang’ tapi ya menurut kami sih pisang goreng aja gitu. Tapi karena terlanjur dipesan, apa daya nggak bisa nambah lagi kecuali bayar sendiri. Hehe.

pisang goreng yang berjudul pancake pisang #eh
Belum berakhir kejutan sarapannya, kami dikejutkan dengan mobil tanpa atap yang sudah siap mengantarkan ke senggigi untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya: Gili Trawangan. Dan sang ibu-ibu yang menjadi driver kita kali itu dengan entengnya mengajak kami segera mengatur tempat duduk sambil berkata, “sekali-kali adventurelah...hehe”. Kami pun menata diri di mobil yang emang sebenernya cuma cukup buat 5 orang (plus sopir) tapi jadi ber 8 (plus sopir) karena yang tiga orang duduk di atas apa itu namanya, pokoknya di deket bagasi mobil, atasnya para teman kita yang ada dibawah.

Sepanjang jalan, saya, ina, dan supri yang duduk di atas pada heboh sendiri sedangkan orang-orang yang di jalan mungkin juga rada keheranan dengan rombongan ini. Apalah, nggak kenal juga, jadi kita pada cuek bebek 'gligisan' dengan jalan yang rada berkelok dan angin melambai cukup kencang. Pegangan di sisi-sisi yang bisa dijangkau plus percaya sama driver ajalah kalo udah gini.

nah ini penampang para pengendara mobil tanpa atap. *sempet2nya poto saat mobil ini lagi jalan menuju pantai senggigi
Akhirnya sampai di jalan menuju pantai senggigi tempat kita menyebrang ke gili trawangan dan kroni2nya. Kalo senggigi kayak kuta kali ya yang udah rame dan pantainya nggak begitu manis seperti pantai-pantai yang sebelumnya kita datangi. Banyak yang piknik, pedagang makanan, baju maupun oleh-oleh, perahu-perahu berlabuh di pinggirannya, terlihat juga lagi ada yang kayaking. E iya, sebelum ke perahu kita tes-tes perlengkapan snorkeling yang mau kita pake nanti. Macam masker dan fin yang emang ukurannya harus dipasin.

Setelah semua menemukan peralatan snorkeling masing-masing merapatlah kami ke ‘napoleon’, nama perahu yang akan menemani kami mengarungi laut ke pulau-pulau yang bahkan tak terlihat sejauh mata memandang.


Comments