Lombok : Kembali Melaut!

Lagi dan lagi memilih duduk tanpa atap- bagian depan perahu-berkawan dengan terik matahari yang kini benar-benar di atas ubun-ubun. Sambil sesekali memejamkan mata dan kembali menghidupkan indra yang lain.

Meski masih di bawah perlindungan kain pantai yang berubah fungsi jadi penahan panas dan meski kata bocah-bocah kelas bunga saya dan niken mirip pengungsi dengan kain pantai di kepala, tetap saja ngeyel di depan karena ‘merasa’ lebih dekat dengan lau dan tanpa penghalang di depan kita. Tapi ternyata oh ternyata perjalanan pulang memakan waktu yang lebih lambat, konon karena arus
yang lebih kenceng dari berangkatnya tadi.

Sampai di dermaga tanjung lor, kami sudah disambut oleh pak imam lagi. Sebenernya kita diminta bersih diri gantian di salah satu rumah deket dermaga, tapi karena kamar mandinya cuman ada sebiji dan waktu yang mepet, kita putusin buat nyari kamar mandi di SPBU atau masjid sambil jalan ke lokasi berikutnya. Tapi malangnya ina dan supri yang udah terlanjur mau bersih diri di kamar mandi jadi dicepet-cepetin. Hehe.


Buru-buru kami masuk ke elf dan tentu saja masih dalam kondisi mamel karena abis nyemplung di laut. Dan apalah yang kami rencanakan? Pembagian waktu mandi yang efektif dan efisien. Karena emang sehari sebelumnya kita rada lelet saking bahagianya ketemu air tawar bersih .. *maklum habis nggak mandi hampir dua hari #eh.  Selain pembahasan waktu mandi yang efektif, pembahasan kami juga berlabuh pada... eng ing eng regulasi migas #eaaa. 

Pak imam mulai merapatkan elf ke salah satu sudut SPBU dan yak kami berhambur untuk ke kamar mandi. Dan memang kekuatan iming-iming lokasi berikutnya sukses bikin kita cepet mandinya, hoho. Abis semua mandi dan sholat, langsung kita lanjutkan obrolan random tentang berbagai hal sambil menanti ‘kejutan’ berikutnya. Sekitar 45 menit perjalanan akhirnya perlahan laut kembali nampak, garis pantainya membujur dan kami masih belum berhenti juga. Mulai terlihat nuansa berbeda, toko souvenir berderet, wisatawan lokal maupun asing berseliweran, homestay maupun restauran mulai nampak juga. Dan akhirnya pak imam menghentikan elfnya di salah satu lahan parkir.

Tanjung Aan


Karena khawatir perahu yang akan mengantar kita nggak ada, langsung deh fajar ‘menggiring’ kita ke bibir pantai dan kembali mengarungi laut kembali untuk sampai ke Batu Payung. Nah, pantai yang satu ini beda, pasirnya sih lebih tepatnya yang berbeda. Teksturnya lebih besar dari pasir biasanya, namanya pasir merica di Tanjung Aan Lombok Tengah bagian selatan. Hati-hati kaki kita bisa ‘ambles’ karena teksturnya yang tidak padat. Jadi lebih baik alas kaki dilepas aja sih karena ngebersihinnya juga bakalan rada susah.


Dan kembali melaut!

Comments