Lombok : Gili

Saat kita bertujuh sudah duduk  di perahu, peralatan snorkeling sudah lengkap dan bapak pengemudi perahu sudah menyalakan mesin, fajarnya belum nampak. #nahlo. Eh beneran kita pergi tanpa guide? batin saya. Beberapa detik kemudian, fajar nampak dari kejauhan sambil bawa kresek berisi makanan. Hehe. Dan berangkatlah kami berdelapan.

Jadi saya kepikirannya kita bakalan lewat jalur darat ke pelabuhan bangsal yang biasanya dipake nyebrang ke Gili Trawangan, Meno dan Air, tapi ternyata nggak. Kita nyebrang via senggigi yang emang lebih deket dari homestay. Cuman ya lebih lama di lautnya sih #lagilagi. Dan memang saya sama sekali nggak merasa rugi kok dilewatin laut lagi, hehe. Gimana lagi wong kita dikurangin polusi dari kendaraan di darat, bisa gratisan dapet view tebing yang cantik sepanjang jalan, kembali merasakan angin laut dan mendengarkan suara air di bawah perahu. Sesekali bertemu nelayan –sepertinya- dengan perahu yang lebih kecil dari yang kami naiki dengan santainya mendayung atau mencari ikan –mungkin-. Kita yang ngeliatnya aja cukup ngeri, karena gelombangnya nggak bisa dibilang tenang juga.

Obrolan ngalor ngidulpun kembali menyeruak-mematikan waktu yang sejujurnya cukup lama- dan momen yang pengen ditangkap sebenarnya ada banyak sekali, tapi hanya lensa mata yang nyatanya mampu dengan lengkap merekamnya. Setelah cukup lama di atas perahu, akhirnya kami mulai bisa melihat pulau atau gili yang mau kita tuju. Tentu yang sudah jadi icon lombok, gili trawangan yang jadi tujuan pertama kita.


Perahu semakin melipir ke bibir pantai yang nampaknya dipenuhi koral-koral patah. Setelah benar-benar menepi, kami turun dari perahu dan rada bingung ama suasana gili trawangan yang begitu crowded. Kayaknya kita menepi di sisi yang emang rame atau entahlah yang jelas kita hanya menemukan jejeran toko, penginapan, cafe beserta kerumunan orang di mana-mana. Karena emang waktunya nggak lama buat di sini, jadilah kami nyari persewaan sepeda buat keliling-keliling bentaran. Sedang ina dan jojo memilih berjalan kaki sambil poto sana poto sini.

Semakin jalan, nggak semakin sepi tapi tambah rame. Ada paket-paket diving juga yang ditawarkan sepanjang jalan sekaligus latihan divingnya. Intinya mungkin mirip nuansa kute yang udah ruame ama cafe, club, bule gitu dah. Jadi kita memutuskan buat balik lagi dan segera cus ke gili air buat snorkeling. Sesampainya di area snorkeling, rada ragu karena gelombangnya kok lumayan gede. Tapi udah nyampe sini gitu loh masak iya nggak nyebur. Akhirnya pasang snorkel, pasang fin dan nyemplung. Ada terumbu karang yang lagi dibudidayakan nampaknya karena ada semacam papan besi yang mulai tumbuh beberapa terumbu karang warna-warni, ikannya juga lumayan banyak dari yang di gili petelu. Namun sayang di sayang masker saya cepet buram dan saat masker clearing rada salah cara yang menghasilkan mata perih, nggak tahan begitu lama sama mata perih saya naik lagi dah ke kapal. Sedang yang lain masih pada berenang gembira hingga insiden jari berdarah datang.

Ya, jojo nggak sadar kalo jarinya kena bambu perahu dan baru sadar pas di tengah-tengah renang karena darahnya menari-nari dalam air. Akhirnya jojo memilih buat menepi di pantai yang lebih deket jaraknya daripada ke perahu. Dan ocha si manusia ikan yang kegiatannya bolak balik buat ngambil pelampung, obat dll sampai akhirnya jadi manusia kelaparan pas udah naik ke perahu #nasib.


Comments