Sekolah Keluarga Sesi VI : “Mengasuh Anak di Era Digital”



“Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), seseorang yang hatinya bergantung kepada masjid (selalu melakukan shalat berjamaah di dalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seseorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk bezina), tapi ia mengatakan: “Aku takut kepada Allah”, seseorang yang diberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya, dan seseorang yang berdzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya.” (HR Bukhari)
Pada Ahad 3 Mei 2015 diadakan Sekolah Keluarga Sesi VI bertajuk “Mengasuh Anak di Era Digital” dengan pembicara Bapak Suhadi Fadjaray yang merupakan psikolog sekaligus trainer nasional asal Surabaya. Acara yang diselenggarakan di Gedung Diklat Lapangan Gulun Madiun ini merupakan kelanjutan dari Sekolah Keluarga sesi sebelumnya yang diadakan oleh Rumah Keluarga Indonesia (RKI) bersama Persaudaraan Muslimah (Salimah) Kabupaten Madiun. 

Acara yang dimulai dari pukul 08.30 ini mendapat perhatian yang cukup tinggi bagi masyarakat terutama wilayah Kabupaten Madiun. Hal ini terbukti dengan terisinya hampir seluruh kursi yang disediakan oleh panitia yaitu kurang lebih 250 kursi. Dalam penyampaiannyapun pembicara yang didampingi oleh Bu Aning sebagai moderator bisa menyedot perhatian dari hadirin. Pertama-tama Pak Suhadi membagi penyampaiannya sesuai dengan kluster hadirin, karena peserta yang hadir juga cukup beragam dari yang sudah punya cucu sampai yang belum menikah. 

“Keluarga terbaik adalah keluarga Rosulullah” tegas Pak Suhadi kepada peserta. Jadi sering-seringlah kita para orang tua atau calon orang tua membaca kisah-kisah Rosulullah beserta sahabatnya. “Jadi kalau anak susah dibilangin, arahkan supaya dia terbiasa dengan ‘kata rosul itu begini’, ‘kata umar begitu’, ‘kata abu bakar begini’....”. Beliau menceritakan saat pernah ‘menyita’ AC dari kamar putranya karena konon AC bisa membuat putranya terlelap lebih nyaman jadi kadang melalaikan sholat tepat waktu. Sampai akhirnya putranya protes dan Pak Suhadi mengisahkan tentang Umar ra  yang suatu ketika pernah terlalaikan sholat karena terlalu tekun di kebunnya, saat menyadari kelalaian tersebut langsung Umar menghadap Rosul dan berkata, “karena kebun ini telah melalaikanku maka semua akan kusedekahkan”. Dan mulai mengertilah putra beliau.

Tantangan di era digital juga menuntut orang tua untuk ikut serta mengontrol aktivitas putranya lebih banyak terutama di dunia maya. Namun hal yang tidak boleh dilupakan sebelum menuntut anak menjadi soleh adalah saling menyolehkan antara istri dan suami. Karena bagaimanapun meskipun ibu adalah pendidikan pertama dan utama bagi anak, ayah adalah kepala sekolah yang punya otoritas paling tinggi di keluarga. Bahkan dalam dialog orang tua dan anak di Al-Qur’an, 14 adalah dialog antara ayah dan anaknya, 2 dialog ibu dan anaknya serta 1 dialog orang tua dan anaknya. Bagi ayah, peran dalam keluarga terutama mendidik anak juga sangat penting ya. “Jangan sampai menjadi ayah ‘bisu’ “ tambah Pak Suhadi. Dan ingatlah bahwa anak yang soleh adalah salah satu dari tiga hal yang tidak akan putus pahalanya meski kita sudah meninggal. 

Acara diakhiri dengan tanya jawab antara peserta dan pemateri dilanjutkan doa penutup. Sekolah Keluarga Sesi VI ini juga terselenggara atas dukungan Sygma Publishing, Nurusy Syifa Center, PT. Soman Indonesia, PT. Telkom Indonesia.

Pantitia Bersama Pak Suhadi dan Bu Aning


Comments