Pertemuan keempat

Aku menyendiri, saat di belakang sedang ada kehebohan ibu-ibu menyiapkan penganan segala rupa. Terdengar bahagia meski aku tak langsung menatap wajah ibu-ibu yang ada di belakang. Sedangkan aku, sedang mengatur ritme jantung dengan surat ar-rahman dan suara gesekan pensil dan kertas menuliskan beberapa kata dalam buku bersampul bunga-bunga yang sudah menjadi sahabat setiaku selama beberapa bulan belakangan ini. 

Sampai sayup-sayup terdengar suara dari depan, bahwa yang ditunggu sudah datang. Kamu sekeluarga berjumpa dengan nenekku yang dari tadi pagi sudah standby pertama kali di ruang tamu. Dan dilanjutkan salim-salim pada 'batalyon' keluargaku yang cukup panjang.  Semua duduk santai lesehan dengan jajanan berbagai rupa di tengah ruangan. "bener-bener arisan keluarga" batinku. Ibu-ibu di satu sisi sedangkan bapak-bapak di sisi yang lain. "perutku mulai mulas, tanganku dingin."

Obrolan bapak-bapak mendominasi pertemuan kali ini. Mulai dari obrolan tentang keluarga sampai acara agustusan. Hingga akhirnya, kalimat-kalimat itu muncul setelah sebelumnya dibuka dengan basmalah dan sholawat. Aku? perutku sudah mulai tak nyaman dari tadi. Kegiatanku hanya memandang ke arah jam dinding, memilin-milin ujung baju, menghitung buku-buku jari, sesekali melempar pandang ke ibuku, ibumu, nenekku atau bulekku. 

Pertemuan keempat, dari puluhan, ratusan atau ribuan pertemuan yang sudah terjadi sebelumnya. Yang bahkan kita tidak saling menyadari keberadaan masing-masing karena mungkin dulu kita masih memiliki 'dunia yang berbeda'. Pertemuan yang tidak pernah mempertemuan kita dalam satu titik temu yang sama. Karena Dia belum berkehendak. Aku masih terus mengulang hal yang sama, memandang ke arah jam dinding, memilin-milin ujung baju, menghitung buku-buku jari, sesekali melempar pandang ke ibuku, ibumu, nenekku atau bulekku. 

Wajah ibuku terlihat begitu ceria, ah senyum yang berbeda dari senyuman hari-hari biasanya. Dan hal itu -beberapa waktu lalu- yang juga menjadi salah satu pertimbanganku, senyuman ibuku. Sedang wajahku sendiri mungkin sangat kik-kuk, entah apa yang bisa mendefinisikannya. Sampai akhirnya apa yang menjadi tujuan kedatanganmu bersama keluarga terucap, dan apa responku? Aku hanya ingin diam, tapi bagaimanapun aku sedikitnya harus memberikan kata yang mungkin bisa meyakinkan semua hadirin. Lalu aku memilih dua kata itu "Ya, sudah." 

Pertemuan keempat, setelah perjalanan selama tiga bulan ini berlalu.
Pertemuan keempat, setelah bagaimana Allah selalu membuat ceritaNya begitu manis untuk dikenang.
Pertemuan keempat, setelah mungkin dulu kita pernah melewati lorong-lorong yang sama namun Dia memilih untuk tetap menahan kita untuk 'sekedar tahu'.
Pertemuan keempat, setelah pertemuan sebelumnya kau sendirian bersama 'saudara pergerakan' ku.
Pertemuan keempat, in syaa Allah sebelum pertemuan kelima dan berikutnya...




Comments

Barokallah mbk prosesnya.. hhi (y)